Di sebuah kedai makanan siap saji, Mu Gyul sedang menyantap makanan dengan lahap. "Cepatlah habiskan makananmu, sesudah itu kita bisa mencari seseorang yang dapat membuka kunci ini." ucap Mae Ri.
"Borgol ini susah untuk dibuka." ucap Mu Gyul, mulutnya penuh dengan makanan.
"Benarkah?! Lalu apa yang harus aku lakukan.? Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi." ucap Mae Ri.
Mae Ri mendapat telepon dari Jung In.
"Ah, ada telepon." ucap Mae Ri. "Ya, direktur."
"Dimana kau sekarang?" tanya Jung In.
"Ahh.. Aku sedang makan siang sekarang."
"Aku tahu, maafkan aku sudah mengganggu. Sesuatu terjadi di kantor dan aku khawatir kita tidak akan bisa mengunjungi makam ibumu." ucap Jung In.
"Ahh.. Tidak apa-apa. Tapi, sebenarnya ada apa? Apa ada hal yang serius?" tanya Mae RI.
"Aku di sini bersama Seo Jun karena beberapa masalah yang menyebar saat ini."
"Benarkah, apa seojun baik-baik saja?"
Mu Gyul mendengarkan pembicaraan Mae Ri dan Jung In.
"Focuslah pada pekerjaanmu dan jangan khawatirkan aku lagi." ucap Mae Ri. "Aku bisa pergi sendiri."
"Maafkan aku." ucap Jung In lagi. "Hati-hati di jalan. Aku akan segera menelponmu nanti."
"Okey." Mae Ri menutup teleponnya seraya bernafas lega.
"Ahh.. Melegakan sekali." ucap Mae Ri.
"Jadi, apakah pria itu bersama Seo Jun? Ada apa?" tanya Mu gYUL.
"Ada berita buruk tentang Seo Jun akhir-akhir ini. Kau harus mengirimkan pesan untuk menanyakan kabarnya, tunjukkan kesetiaanmu." ucap Mae Ri.
Mu Gyul mengambil handphonenya.
"Jadi mereka bersama sekarang? Apa kau baik-baik saja mengenai hal itu?" tanya Mu Gyul.
"Yah, mereka bersama hanya sebatas hubungan kerja, itu saja." ucap Mae Ri. "Apa kau sudah selesai sekarang? Ayo kita pergi."
"pergi kemana? Aku hanya ingin sampai di rumah dan tidur siang." ucap Mu Gyul yang belum juga berdiri dari duduknya.
"Aku juga harus mengunjungi ibuku." ucap Mae Ri memohon.
"Okey, aku tahu."
"Aku sangat membutuhkanmu untuk datang bersamaku ke makam ibuku sebentar saja. Aku ingin mengatakan sesuatu pada ibuku."
Mae Ri dan Mu Gyul sampai di makam ibu Mae Ri, Mae Ri meletakkan bunga di dekat foto ibunya. "Ibu sudah lama sekali aku tidak datang mengunjungimu." ucap Mae Ri.
Mu Gyul melihat foto ibu Mae Ri dan ia berkata, "Woow.. Kau benar-benar mirip sekali dengan ibumu. Dan dia terlihat sangat menawan. Benar-benar cantik." ucap Mu Gyul yang secara tidak langsung memuji Mae Ri juga.. hehe.
"Aku akan berbicara dengan ibuku, jadi.. Pakailah headphone." suruh Mae Ri pada Mu Gyul agar MU Gyul tidak mendengar semua pembicaraannya dengan ibunya.
Mu Gyul mengerjakan apa yang Mae Ri suruh.
"Ibu.. Aku akan bertunangan hari ini. Itulah kenapa, aku datang kesini untuk menunjukkan gaunku padamu. Sebenarnya aku akan datang bersama tunanganku, tapi.." Mae Ri melihat ke arah Mu Gyul yang tengah asik mendengarkan musik. "Ibu, laki-laki ini bukan tunanganku, jadi jangan salah sangka." ucap Mae Ri seraya tersenyum menunjuk ke arah Mu Gyul.
"Aku benar-benar ingin menemukan cinta sejati seperti yang telah kau dan ayah miliki.. Sebuah cinta yang menakdirkanmu untuk saling memiliki, yang membuatmu rela untuk lari di tengah malam meskipun kakek menolak semua keputusanmu. Tapi, semuanya sudah terlanjur ibu.. Aku akan mengakhiri semuanya dengan pertunangan ini. Dan meskipun aku tidak mencintainya, dia juga bukan orang yang buruk. Bu, aku mencoba untuk menjalani hidup yang baik." Mae Ri mulai menangis.
Mu Gyul memperhatikannya, ia mengkhawatirkan Mae Ri. Mu Gyul memakaikan sweater mae rI. Mae Ri melihat ke arahnya.
"Ah tidak.. Aku tidak mendengar apapun.. Aku hanya khawatir kau akan sakit. Benar, aku tidak mendengar apapun. Jadi teruskanlah." ucap Mu Gyul.
Mae Ri dan Mu Gyul pulang dengan menggunakan bus.
Mae Ri menceritakan masa kecilnya, "Waktu aku kecil, aku selalu berharap agar ibuku ada di dekatku setiap kali hujan datang. Saat aku melihat anak-anak tertawa senang bergandengan tangan bersama ibunya, aku hanya menunggu ayahku untuk datang menjemputku. Ayah selalu berkata padaku, kalau ia sangat khawatir kalau aku berjalan sendirian di bawah hujan, jadi dia menyuruhku untuk menunggunya. Dan, aku selalu menunggu ayahku datang untuk menjemputku. Dan, di hari itu.. Aku harus menunggu ayahku sampai malam." ucap Mae Ri tersenyum mengenang masa kecilnya.
"Kenapa kau harus menunggu? Kau bisa langsung pergi." ucap Mu Gyul.
"Tidakkah ada seseorang yang pernah memberikan teduhan payung untukmu?" tanya Mae Ri.
"Ibuku selalu bekerja, jadi aku tinggal dirumah saudaraku. Aku hidup tanpa seorang ayah, aku yatim."
"Kapan kau mulai tinggal bersama ibumu?" tanya Mae Ri, ia menatap Mu Gyul dengan simpati.
"Itu adalah hal tersulit dalam hidup kami. Aku selalu tinggal bersamanya, saat saudaraku mengusirku, tapi aku harus selalu kembali pada mereka. Jadi, bisa dikatakan kami belum pernah tinggal bersama." ujar Mu Gyul.
"Jadi, kau mungkin tidak memiliki banyak kenangan dengan ibumu." ungkap Mae Ri.
"Kenangan?" Mu Gyul berpikir. "Aha.. Ada.. Saat berada di spa." jawab Mu Gyul.
"Spa?"
"Saat itu, ibuku selalu membawaku ke tempat area spa khusus perempuan, kami selalu pergi kesana." Mu Gyul tersenyum mengenang masa kecilnya.
"Yaah.. Ayahku juga pernah membawaku ke tempat pemandian pria." ucap Mae Ri, ia pun tersenyum.
"Yah, bukankah itu sangat memalukan?" tanya Mu Gyul menggoda Mae Ri.
"Benar." Mae Ri tertawa. "Aku selalu berlari setiap kali, aku berjalan di depan anak laki-laki, karena malu."
"Saat itu, aku juga menggunakan handuk untuk menutupi kepalaku saat aku berumur 8 tahun. Semua orang mengira kalau aku itu perempuan."
Mae Ri tertawa mendengar ucapan MU Gyul. "Benarkah?"
Mu Gyul mendapat telepon dari ibunya.
"Hallo.. Ibu.. Kami baru saja membicarakan tentangmu. Kapan kau akan mampir ke tempatku? Apa yang ingin kau bicarakan? "
"Jadi, apa kau benar-benar akan pindah ke Paris?" tanya Mu Gyul.
"Aku dan pacarku sudah putus dan memperbaiki diri kami masing-masing selama lebih dari satu tahun. Dan aku merasa sangat lelah akan hal itu." jawab Ibu Mu Gyul.
Mae Ri tidak bisa mendengar pembicaraan mereka, earphone yang digunakannya memainkan music yang sangat keras.
"Dan mungkin hal itu, karena kami berdua tinggal di korea, jadi kami harus saling mempertahankan kepercayaan kami masing-masing." ucap Ibu Mu Gyul.
Mu Gyul tidak rela kalau ia harus jauh dari Ibunya, sebenarnya Mu Gyul kesal dengan keputusan Ibunya dengan lebih memilih pacarnya dan meninggalkan Mu Gyul begitu saja.
"Apa kau sekarang mulai berpikir kalau kau akan menikah?" tanya Mu Gyul.
"Tidak.. Aku tidak akan menikah, sama sepertimu. Aku tidak ingin mendapatkan sakit yang lebih dalam lagi kalau aku menikah." jawab Ibu Mu Gyul.
"Jadi, semua ini juga karena kau Mu Gyul. Aku pikir, hal yang paling terbaik adalah dengan meninggalkanmu. Karena semakin dekat aku denganmu, aku akan semakin bergantung padamu dan akan membuatmu bertambah susah."
Mu Gyul kesal, ia bangkit dari duduknya dan berkata keras ke arah ibunya, "Bagaimana kau memberikanku kesulitan?!" ucap Mu Gyul.
Mae Ri yang tangannya masih terborgol dengan Mu Gyul, juga ikut berdiri dan kaget. Mu Gyul melihat ke arah Mae Ri, "Tidak.. Aku tidak dengar apapun. Jangan khawatir." ucap Mae Ri meyakinkan kalau ia memang tidak dengar apa-apa.
Mu Gyul kembali duduk dan begitu juga Mae Ri. Ibu Mu Gyul memanggil Mae Ri, "Mae Ri.." tapi Mae Ri tidak mendengar, kemudian Mu Gyul memberikan isyarat untuk membuka earphonenya agar bisa mendengar ibunya berbicara.
"Ya, ahjumma?" ucap Mae Ri setelah membuka earphonenya.
"Karena kau sangat setia pada Mu Gyul, aku akan meninggalkannya bersamamu." ucap Ibu Mu Gyul.
"Maaf/" tanya mae Ri tidak mengerti.
"Aku akan segera pindah ke Paris dalam waktu sebulan lagi, dan aku juga sudah merapikan semua barang-barang di tokoku.
Mu Gyul kesal, "Kenapa kau harus menceritakan semua ini kepadanya?" Mu Gyul berdiri dan berjalan cepat keluar rumah. Mae Ri berjalan tertatih karena langkah Mu Gyul yang terlalu cepat.
Mae Ri memanggil Mu Gyul, Mae Ri kelelahan "Kang Mu Gyul.. Kang Mu Gyul. Berhenti sebentar.." ucap Mae Ri. Nafasnya terengah-engah.
Mu Gyul mencoba menghubungi teman-teman sebandnya tapi tak ada satupun yang menjawab teleponnya. Lalu Mu Gyul meninggalkan pesan di kotak suara, "Kau dimana?" ucap nya dengan nada tinggi. "Kenapa kalian tidak menjawab teleponmu?! Apa kau sudah menyiapkan semua yang berkaitan dengan audisi? Datang ke club sekarang juga! Cepat!"
Mu Gyul mematikan sambungan teleponnya, saat ia melihat ke arah Mae Ri, Mae Ri menunjukkan sebuah bunga kol ke hadapan Mu Gyul. "Sebuah Hadiah." ucap Mae Ri dengan tersenyum cantik.
Mu Gyul jadi teringat saat pertama kali bertemu dengan Mae Ri, ia juga memberikan bunga kol seperti yang Mae Ri lakukan sekarang.
Mu Gyul tertawa.
"Jangan sedih." ucap Mae Ri.
"Ayo.." jawab Mu Gyul seraya tersenyum, ia berjalan cepat lagi hingga membuat Mae Ri harus tergesa-gesa berjalan di belakangnya. "Yaah.. Ambil ini." ucap Mae Ri.
Ayah Mae Ri berada di salon, ia sedang menyiapkan dirinya menjelang pertunangan Mae Ri yang akan berlangsung malam itu juga. Ayah Jung In menghampiri Ayah Mae Ri.
"Hyung, aku masih tidak dapat percaya kalau kita akan menjadi besan." ucap Ayah Mae Ri dengan semangat.
"Memang. Akhirnya mereka bersatu." jawab Ayah Jung In.
"Sebentar." Ayah Mae Ri mengambil teleponnya di balik jas untuk mengecek sisa waktu jelang pertunangan Mae Ri dan Jung In. "Yahh.. Tepatnya 2 jam 35 menit lagi."
Ayah Jung In tersenyum, "Temui aku setelah kau selesai." ucap Ayah Jung In.
Ayah Mae Ri dan Ayah Jung In berbicara banyak hal.
"Hyung, kita berdua tumbuh sendirian dan kesepian. Semenjak kita sama-sama kehilangan orang tua kita. Aku masih ingat betapa sangat irinya kita saat melihat anak lain bersama orang tua mereka. " ucap Ayah Mae Ri.
"Itulah kenapa, aku ingin kedua anak kita menikah." jawab Ayah Jung In seraya menyeruput minumannya.
"Ahh.. Kita berdua juga menjaga anak kita tanpa adanya seorang istri. Aku kehilangan istriku karena kecelakaan, sedangkan kau karena perceraian. Dan aku tidak dapat membesar Mae Ri dengan baik, tapi kau telah menjadikan Jung In sebagai orang yang besar." ujar Ayah Jung In.
"Tapi, aku masih belum bisa membuatnya bahagia." jawab Ayah mae Ri.
Ayah Mae Ri memberannikan diri untuk menanyakan suatu hal. "Hyung, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu. Kenapa kau bersikap begitu keras pada Jung In?"
Jung In masih berada di rumah Seo Jun, ia menemani Seo Jun yang drop. Jung In memainkan gitar akustiknya dengan alunan nada yang lembut, Seo Jun sangat menikmati permainan gitar Jung In, ia sedikit terhibur. Lalu Seo Jun menceritakan kehidupannya, "Setelah aku menjadi seorang artis, aku mulai menjauhi keluargaku. Kakekku adalah seorang pekerja kantoran. Ayahku adalah seorang dokter. Ibuku seoarang pengacara dan kakak perempuanku adalah seorang dokter. Satu hal yang membuat mereka untuk dapat menerimaku kembali adalah dengan menikah."
Jung In merasakan kembali kram di tangannya, dan perih di bagian bekas luka di tangannya. Jung In menghentikan permainan gitar, Seo Jun panik, "Apa yang terjadi? Apa ada sesuatu yang mengganggumu?"
"Aku baik-baik saja, hal ini sudah biasa." jawab Jung In.
"Apa yang terjadi dengan tanganmua." Seo Jun memeriksa luka di tangan Jung In. Seo Jun terkejut, "Apa kau melakukan ini karena dirimu sendiri?" tanya Seo Jun saat melihat luka.
"Ya." jawab Mu Gyul. "Saat aku pergi belajar di luar negeri. Gitarlah satu-satunya yang menemaniku. Tapi, ayah menyuruhku untuk fokus ke hal lain. Ia mengatakan kalau musik adalah hal yang dapat menggambarkan semua perasaanmu dan hal itu hanya membuat orang-orang menjadi lemah. Dan karena aku tidak dapat menentang semua harapan ayahku. Aku memutuskan untuk mengikuti keinginannya. Itulah kenapa.. Aku pikir kau sangat mengagumkan. Karena kau berani melakukan apa yang tidak dapat aku lakukan.. Orang tuamu menentang keinginanmu tapi kau masih teguh untuk tetap mengejar impianmu." ucap Jung In.
Seo Jun terdiam, ia terus memperhatikan Jung In.
Mu Gyul dan bandnya bersiap-siap untuk melakukan audisi. Mereka tengah mencari manager baru yang bisa membuat band mereka menjadi besar. Sayangnya, borgol Mu Gyul dan Mae Ri belum juga bisa terbuka, teman Mu Gyul lupa membawa kuncinya.
"Hey, kau di sana! Kenapa kau membawa pacarmu ke atas panggung?" tanya manager yang akan menilai penampilan mereka.
"Maafkan aku, itu semua karena aku yang lupa membawa kunci untuk membukaa.." perkataan teman Mae Ri langsung di potong oleh temannya yang lain. "Kau tau, ini adalah bagian dari konsep baru kami dari band kami." ucapnya.
"Ah, ya.." yang lain menyetujui.
"Dan kau tau, harus ada sesuatu hal yang membuat kita terlihat bagus."
"Benar sekali." jawab yang lan.
Mu Gyul berkata pada Mae Ri, "Menarilah saat musik dimulai, okay?"
"Apa?! Aku tidak bisa menari." jawab Mae Ri panik.
"Ayo.." Mu Gyul memandu musik agar di mulai.
Mae Ri panik... Ia memang benar-benar tidak bisa menari, tapi akhirnya di tengah lagu, Mae Ri menari juga, hahaa.. tariannya maksa banget.. lucu unnie jogednya.
Manager yang menilaipun ikut tertawa melihat Mae Ri menari, dan teman-teman Mu Gyul yang menahan tawa melihat Mae Ri menari.
Mae Ri mendapat telepon dari Jung In, sedangkan Mu Gyul dan teman-temannya yang lain masih repot mencari kunci borgol.
"Aku masih di HongDae." ucap Mae Ri.
"Apa yang kau lakukan di sana?" tanya Jun In.
"Yah,, ada sesuatu yang sedikit rumit di sini, aku akan menceritakan padamu nanti."
"Ah, baiklah. Aku akan menelpon ayahku sekarang. Aku juga akan menelponmu lagi dan aku juga akan segera ke HongDae untuk menjemputmu."
"Maafkan aku direktur." ucap Mae Ri. Ia menutup telepon. Mae Ri menghela nafas.
Jung In mengantarkan Seo Jun ke rumah Mu Gyul.
"Jadi, kemana kau akan pergi setelah kau mengantarkanku ke HongDae?" tanya Seo Jun pada Jung In yang sedang fokus mengemudi.
"Sebenarnya, aku harus segera ke tempat upacara pertunanganku." jawab Jung In
"Upacara pertunanganmu?" tanya Seo Jun. "Jadi, kau akan menjemput tunanganmu sekarang?"
"Ya." jawab Jung In.
"Maafkan aku karena sudah mengganggu harimu, aku tidak tahu tentang hal itu." ujar Seo Jun.
"Tidak apa-apa. Hal itu masalah yang sangat penting." jawab Jung In.
"Aku benar-benar iri pada tunanganmu, dan aku juga tidak tahu siapa dia... aku rasa, aku sangat penasaran pada tunanganmu."
"Aku akan memperkenalkannya padamu setelah kami resmi bertunangan." jawab Jung In.
Mu Gyul berusaha melepas borgol itu, teman-temannya akan kembali ke rumah Mu Gyul kalau mereka sudah berhasil menemukan kunci borgol itu. Mu Gyul mengorek-ngorek letak kunci borgol, tapi nihil, borgol itu tidak bisa dilepas.
"Aish.. Sudah lebih dari satu jam." Mae Ri mengeluh. "Direktur akan segera datang untuk menjemputku, jadi cepatlah."
"Yah, aku juga sedang berusaha sekarang." jawab Mu Gyul. "Apa kau benar-benar akan melakukan pertunangan yang menyedihkan itu?"
"Apa kau pikir aku melakukan hal ini karena keinginanku? Aku melakukan semua itu karena aku sudah berjanji." jawab Mae Ri.
Mu Gyul menyerah, ia tidak bisa membuka kunci borgol. "Ahh.. Benda ini tidak bisa dibuka." ucap Mu Gyul seraya merebahkan diri ke sofa.
"Semua ini karena kau.." Mae Ri menyalahkan Mu Gyul.
"Apa?! Aku.. Karena aku seseorang yang tidak beruntung?" tanya Mu Gyul.
"Apa? Kapan aku pernah mengatakan hal itu?" jawab Mae Ri.
"Kau bilang, kau selalu mendapatkan masalah setiap kali bersama denganku." ujar Mu Gyul.
"Kau juga mengatakan seperti itu. Kau selalu mendapatkan masalah ketika bersamaku. Apa itu juga membuatku menjadi orang yang tidak beruntung." ujar Mae Ri.
Mereka saling menyalahkan.
"Selain itu, kau harus mencoba berpikir, kalau itu adalah pria yang beruntung." kata mae Ri.
"Apa?" Mu Gyul tersenyum tipis mendengar perkataan Mae Ri.
"Kau sangat beruntung, kau memiliki wajah yang tampan dan talenta musik yang bagus. Jadi, kau sangat beruntung, kalau kau melihat pada sisi itu." ungkap Mae Ri.
Mu Gyul kembali tersenyum."Apa maksudmu."
Mu Gyul menegakkan duduknya, ia akan mengatakan perasaannya.. haha..
"Dengar.." ucap Mu Gyul dengan hati-hati. "Apa kau pernah menyukaiku saat itu?"
"Apa?" tanya Mae Ri. "Kenapa kau tiba-tiba berkata seperti itu?"
"Yah, aku mengatakan hal ini, karena kontrak kita sudah berakhir. Dan kau juga akan segera bertunangan. Tapi, disamping itu semua, ada suatu perasaan yang aku rasakan padamu." ujar Mu Gyul.
"Tapi, kau selalu bilang kalau kau tidak pernah menganggapku sebagai seorang wanita." jawab Mae Ri. Mae Ri mulai menyadari perasaannya pada Mu Gyul, begitu juga sebaliknya.
"Yah.. Aku melihatmu lebih seperti..." Mu Gyul memutus kata-katanya, egonya masih belum mau untuk mengungkapkan hal yang sebenarnya. "Ah, aku tidak tahu.." Mu Gyul merebahkan lagi badannya ke sofa.
"Kapan kau merasakan hal itu?" tanya Mae Ri. Mae Ri terus memperhatikan Mu Gyul.
"Yah, kau ingat saat hari dimana kau pergi bersama pria itu ke villa. Aku bilang padamu, kalau aku makan icecream sendiri setelah ibuku pergi meninggalkanku." ujar Mu Gyul.
"Hhmm.. Aku ingat." Mae Ri mengangguk-angguk.
"Yah, di saat itu aku merasa sedih dan saat itu juga aku mengharapkan kau kembali. Tapi, saat kau kembali bersama pria itu keesokkan harinya. Aku rasa, rasa yang aku rasakan sudah tidak ada." jawab Mu Gyul.
Mae Ri diam terpaku.
Handphone Mu Gyul berdering, ia mendapat telepon dari temannya.
"Hello. Kau menemukannya?"
"Yah.. Mereka menemukan kuncinya." ucap Mu Gyul pada Mae Ri.
"Yah, kami akan segera ke sana. Hyung, kau dimana sekarang dimana?"
Mae Ri mulai menyadari perasaannya, ia hanya terdiam dan menatap Mu Gyul.
Mu Gyul dan Mae Ri menuju ke tempat teman Mu Gyul untuk mendapatkan kunci borgol. Mae Ri berjalan pelan di belakang Mu Gyul.
"Cepat.. Kita hampir telat." ucap Mu Gyul. "Kau pernah mengatakan kalau kau hanya akan menikah dengan orang yang benar-benar kau cintai, sampai-sampai membawaku masuk ke dalam masalah ini lebih jauh, apa kau akhirnya masih akan tetap menikahi pria itu, Wi Mae Ri?" tanya Mu Gyul.
"Berhenti." ucap Mae Ri menghentikan langkahnya.
"Yah, kenapa kau terlihat seperti akan menangis?!" tanya Mu Gyul.
Mae Ri kesal, "Kapan aku terlihat seperti akan menangis?!"
"Apa kau benar-benar mencintai pria itu?" tanya Mu Gyul lagi.
"Aku belum yakin, karena sampai saat ini aku belum mengerti tentang cinta." jawab Mae Ri.
"Kau benar." Mu Gyul berkata dengan nada mengejek. "Bagaimana bisa seseorang yang belum pernah berkencan sebelumnya tau tentang apa itu cinta"
"Apa kau juga tahu apa arti cinta?!" balas Mae Ri.
"Apa?!" kata Mu Gyul.
"Apa kau pikir dengan mengencani seseorang hanya dalam jangka waktu satu bulan, hal itu sangat membanggakan?" tanya Mae Ri.
"Jadi?"
"Yah, kau tahu kalau semua itu adalah penyakit. Atau dengan kata lain hal itu merupakan sebuah ketakutan akan sebuah komitmen." jawab Mae Ri.
"Apa? Penyakit?" Mu Gyul mulai kesal.
"Iya, benar. Penyakit."
"Apa yang kau tahu tentangku?!" bentak Mu Gyul.
"Kenapa aku tidak tahu? Aku sudah berpura-pura menikah denganmu dalam jangka waktu 50 hari. Dan sekarang lebih baik kau memikirkan penyakitmu, atau kau mencari seseorang yang benar-benar kau cintai." ucap Mae Ri tidak mau kalah.
"Siapa maksudmu?" tanya Mu Gyul. "Siapa kau, berani berkata seperti itu kepadaku?!" ucap Mu Gyul.
"Lupakanlah." kata Mae Ri menghindari perdebatan.
Dari kejauahn murid-murid Mu Gyul berlari menghampiri Mu Gyul.
"Guru.. Guru.." teriak mereka, anak muridnya sendiri penggemar sejatinya Mu Gyul. hahaa.
"Oh, kalian.. Senang bertemu denganmu." ucap Mu Gyul panik.
Anak-anak muridnya melihat ke arah Mae Ri, "Siapa ini?!"
Mereka melihat tangan Mu Gyul dan Mae Ri yang terborgol, "Apa ini?!" ucap Mereka.
"Guru,, apa kau sudah memiliki kekasih?" tanya mereka.
Mae Ri segera berkata, "Ini tidak seperti yang kalian pikirkan."
"Apa? Apa hubungan kalian sebenarnya?"
"Siapa kau??"
Fans Mu Gyul menatap sinis ke arah Mae Ri, kalau saja mereka punya cakar pasti sudah mulai mengeluarkan cakar-cakar itu.
"Apa hubungan kau?"
"Siapa kau?"
"Anak-anak, tenanglah.." ucap Mu Gyul, Mu Gyul mulai mengambil ancang-ancang sebelum ia dan Mae Ri lari. Seperti yang selalu saya bilang kalau kekuatan fans itu segalanya, fansnya Mu Gyul terus mengejar Mu Gyul, menambah kecepatan demi untuk mendapatkan klarifikasi dari Mu Gyul.
Di tempat pertunangan Mae Ri dan Jung In yang akan dimulai, semua persiapan sudah selesai, mereka tinggal menunggu tamu undangan yang akan datang dan memenuhi aula mewah itu.
"Ini pasti sesuatu hal yang sangat sulit untukmu dan Jung In selama ini. Aku tahu, betapa sulitnya dua orang pria, maksudku kau dan Jung In, tinggal bersama sendiri selama 20 tahun. Dan semua kesedihan itu akan segera berakhir karena kau juga akan memiliki Mae Ri sekarang." ucap Ayah Mae Ri.
"Memang, kau tahu, betapa lamanya aku menunggu hal ini." jawab Ayah mae Ri. "Aku ingin segera keduanya menjadi sebuah keluarga sampai akhir nanti."
"Kalau saja ibu Mae Ri masih hidup, pasti semuanya akan bertambah sangat menggembirakan." ucap Ayah Jung In. "Benar! Upacar sudah hampir dimulai tapi kenapa mereka belum juga datang?"
"Cepat hubungi mereka untuk memastikan." suruh Ayah Jung In.
Jung In menerima telepon dari ayah mertuanya.
"Oh, menantuku,ya. Apakah kau bersama Mae Ri di sana?"
"Ya, kami akan segera ke tempat pertunangan." ucap Jung In seraya menutup ponselnya.
Seo Jun keluar dari mobil Jung In, ia mengucapkan terimkasih, "Terimkasih, direktur."
Seo Jun menghampiri Jun In lagi, ia mengetuk pintu jendela mobil yang tertutup.
"Ya?" tanya Jung In.
"Direktur.. Tolong pinjamkan aku teleponmu. Punya baterainya habis." ucap Seo jun.
Jung In memberikan handphonenya pada Seo Jun, dan Seo Jun mulai menghubungi Mu Gyul.
Sedangkan Mu Gyul dan Mae Ri, mereka tengah berlari cepat untuk menghindari para fans Mu Gyul.
Seo Jun belum juga bisa menghubungi Mu Gyul, ia melihat daftar panggilan keluar dari handphone Jung in, tapi tanpa sengaja ia melihat banyak panggilan keluar untuk Mae Ri di ponsel Jung in. Seo Jun terkejut saat ia membuka daftar kontak, ia meliha foto Jung In dan Mae Ri dengan menggunakan gaun. Seo Jun mengetahui kalau ternyata tunangan Jung In itu adalah mae Ri.
Mu Gyul dan Mae Ri terus berlari, tapi mereka segera bersembunyi di tikungan sempit di sudut jalan. Mereka bersembunyi agar fans Mu Gyul tidak bisa menemukan mereka. Mereka kelelahan dan saling tertawa satu sama lain.
"Dikejar-kejar anak sma." ucap Mu Gyul
"Benar."jawab Mae Ri.
Saat fans Mu Gyul berlari di dekat tempat mereka bersembunyi, Mu Gyul langsung melindungi Mae Ri agar ia tidak terlihat oleh fans Mu Gyul. Jantung Mae Ri berdetak kencang, Mae Ri dan MU Gyul saling berpandangan. Mu Gyul mencoba untuk mencium Mae Ri tapi Mae Ri menghindar,
"Kau playboy." ucap Mae Ri.
"Apa?" tanya MU Gyul.
"Aku rasa jantungku akan benar-benar meledak saat itu. Kiss yang hanya dilakukan pada seseorang yang dicintai.. Tapi kau sudah merusaknya, kau bodoh.." Mae Ri memukul-mukul Mu Gyul.
Mu Gyul menghentikan pukulan Mae Ri, mereka masih saling menatap, "Mae Ri yah." panggil MU Gyul.
"Kau bilang kau tidak pernah menganggapku sebagai seorang perempuan." ucap Mae Ri.
""Kau bilagn kau tidak pernah menganggapku sebagai seorang pria." jawab Mu Gyul.
"Kau bilang padaku kau tidak akan pernah jatuh cinta padaku." ujar Mae Ri.
"Kau juga.. mengatakan padaku kalau kau tidak akan pernah menyukaiku." jawab Mu Gyul.
Daan.. Merekaa saling menatap.. Daaan.. Kiss...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar