Sabtu, 20 November 2010

Sinopsis Marry Stayed All Night episode 2

Ayah Maeri memperhatikan Mu Gyul dan berkata “ apa kau pergi dengan laki – laki ini “
Maeri mengelak dan berkata “ tentu tidak, dad “
“apa yang terjadi . . . ah lupakan !! kau disana ! siapa kau?” kata ayah Maeri pada Mu Gyul.
Dengan wajah setengah mabuk Mu Gyul menjawab “ Ah ya, saya Kang Mu ......” tiba tiba Maeri menghentikan Mu Gyul dan berkata “ jangan ayah !!! saya akan menceritakan semuanya.. ceritanya sangat panjang “
Tiba tiba ayah Maeri memukul Maeri dan berkata “ Anak nakal, kau berani memasukkan laki – laki saat ayah tidak ada di rumah..mana bisa kau melakukan itu”.
Mo Gyul yang melihat hal itu. Mencoba menghentikan ayah Maeri “ kau tak seharusnya melakukan ini , Ahjussi”
"Apa? Ahjusshi?!" ucap ayah Mae Ri.
"Cepatlah bergegas dan pergi. Cepat, aku mohon!" Mae Ri mendorong-dorong Mu Gyul untuk segera keluar dari rumahnya, ia tidak ingin ayahnya bertambah marah. 
“apa kau membela pria ini.. semua anak sekarang sama. Itulah mengapa mereka mengatakan kau tidak bisa mempercayai anak anakmu sendiri” apa yang kau katakan? Anakku tak seperti itu. Aku mengatakan itu ketika orang tua lain mengatakan hal tersebut....
Mu Gyul berbalik memandang Maeri dan berkata “ Marry  Christmas”
“ apa Christmas? Ini masih November . apakah dia lupa ... oh dia berbau alkohol “ gerutu ayah Maeri
“lihat dia rambutnya.. dia itu laki – lakia atau perempuan... sungguh malang pacarmuw” kata ayah Maeri.
Apa Christmas? Ini November, apakah dia telah kehilangan otaknya.. Oh.. Oh.. bau alkohol."
kata Ayah Mae Ri. "Lihat rambutnya, dia itu laki-laki atau perempuan? Malangnya pacarmu."
"Tentu bukan, dia bukan pacarku." Mae Ri berteriak, ia tidak suka kalau Mu Gyul disebut sebagai pacarnya.
Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu.
"Lalu, siapa dia? Siapa sebenarnya dia?" tanya Ayah Mae Ri.
Tiba-tiba para penagih utang datang, mereka mengetuk pintu.
"Hey, Wi Dae Han! Kau di rumah, kan? Hey, bodoh! Cepat keluar! Ini sungguh sangat tua."
Mae Ri dan Ayahnya segera menuju ke jendela, tempat ayah Mae Ri biasa kabur.
"Mae Ri Yah, aku sungguh tidak ingin hidup seperti ini." ungkap ayah Mae Ri seraya melangkahkan kakinya melewati jendela.
"Aku pun juga begitu ayah." balas Mae Ri.
"Hey, Wi Dae Han!" teriak para penagih hutang dari luar.
"Ayah.." Mae Ri menatap ayahnya.
"Tentu, aku akan menghubungimu segera, tunggu aku, okey?" kata Ayah Mae Ri.
Mae Ri mengangguk mengerti. "Hati-hati ayah."
"Aku pergi dulu." pamit Ayah Mae Ri.

Di sebuah kamar yang mewah, Ayah Jung In memandangi foto ibu Maeri. Hey!!Ia mengingat kembali  percakapannya dengan Ayah Mae Ri beberapa hari yang lalu.

Ayah Mae Ri dan Ayah Jung In bertemu di pemakaman.
"Benar, anak perempuanmu pasti sudah dewasa sekarang." Ayah Jung In tertawa senang.
"Ah, benar. Ini, lihat foto ini." Ayah Mae Ri merogoh kantong celananya untuk memperlihatkan foto Mae Ri yang ada di dompetnya.
"Tentu. Sangat cantik, bukan?"
Reaksi ayah Jung In tentu kaget, ketika tau ternyata wajah Mae Ri dan wajah almarhum ibu Maeri.


"Dia sangat menikmati hidupnya sebagai gadis berusia 24 tahun seperti gadis umumnya, tapi dia sangat jujur dan rendah hati, tidak seperti anak-anak yang lain, hyung. Aku sangat menyukainya, tapi sekarang.. ..Dia sangat sibuk mencari uang untukku, yang mengharuskan dia keluar dari sekolahnya. Itulah kenapa, aku sangat ingin Mae Ri bertemu dengan seorang suami yang baik. Aku ingin calonnya nanti mengambil tempatku, yang sangat menyedihkan ini dan mengakhirinya semuanya kesulitannya." ungkap Ayah Mae Ri panjang lebar.


Tapi ayah Jung In tidak begitu mendengarkannya, ia terkenang dengan masa lalunya dengan almarhum istrinya. Ayah Jung In sebelumnya tentu tidak menyangka kalau Mae Ri memiliki wajah yang sangat mirip dengan Ibu Jung In.
"Dae han Ah.." panggil Ayah Jung In pada ayah Mae Ri. "Aku akan membantumu."
"Apa? Kau?" Ayah Mae Ri terkejut.

Ayah Mae Ri diundang oleh Ayah Jung In untuk bertemu di satu tempat, mereka membicarakan tentang Mae Ri dan Jung In.
"Hyung, kau harus segera menikahkan Mae Ri kita dengan cepat." pinta Ayah Mae Ri.
"Memakan dengan cepat hanya akan mengakibatkan pencernaan kita rusak." ucap Ayah Jung In.
"Mungkin kau.." Ayah Jung In mencoba menerka apa yang diinginkan ayah Mae Ri. "..mencoba untuk mempercepat pernikahan karena utang-utangmu?"
"Ah, Hyung.. Aku juga memiliki hati nurani. Apakah kau berpikir aku menjual anakku seperti itu?
Aku hanya khawatir tentangnya yang selalu sendirian di rumah. Jadi, aku hanya ingin melihatnya dengan seorang suami yang selalu mendukungnya dari pada bersama ayahnya yang selalu membuat onar." terang Ayah Mae Ri.
"Aku sangat paham dengan hal itu." Ayah Jung In mengangguk mengerti.


"Untuk permulaan, kita harus mengatur pertemuan mereka dengan cepat. Aku sangat yakin setelah mereka bertemu, hal itu akan berakhir." kata Ayah Mae Ri. "Ahh, My Goodness.. Apa kau akan menemukan seorang suami yang tampan dan mapan?"
"Mae Ri telah tumbuh menjadi wanita yang cantik. Dia juga merupakan pilihan yang baik untuk menjadi seorang istri. Dan sekarang yang aku perhatikan, mereka sangat serasi." ungkap Ayah Jung In seraya memperhatikan foto Mae Ri dan foto Jung In.


Di kantor Jung In.
"Empat dari mereka telah mengkorfirmasi ketertarikan mereka dalam peran ini setelah meninjau skrip." ungkap salah satu pegawai.
"Itu sangat baik!" pegawai yang lain bersorak mendengarnya.
"Yang harus kita lakukan sekarang adalah membuat pilihan." jelas pegawai yang lain.
"Top star CF queen, Nol dalam akting." kata Jung In setelah melihat profil artis. "Dia tidak pernah menunjukkan flesibilitasnya dalam berakting. Mereka semua hanya ingin popularitas yang cepat melalui proyek kita ini, disamping itu, semua dari mereka.. usia mereka sekitar 30 tahun ke bawah."
"Bagaimana dengan yang ini?" Jung In melihat profil Seo Jun.
"Kau lihat, Lee An dan dia.. Well, aku hanya menambahkannya dalam daftar karena Lee An bersikeras dalam hal ini." asistennya menerangkan.
"Benarkah? Apakah mereka pernah menjadi icon?" tanya pegawai yang lain.
"Setelah melihat profilnya dan pekerjaannya di film dan drama sebelumnya. Dia terlihat sangat cocok dengan karakter kita dengan baik." Jung In menjelaskan, mungkin Jung In akan memilih Seo Jun untuk memerankan karakter di dramanya.
"Mungkin begitu, Direktur. Tapi, dia tidak humoris." ungkap salah satu pegawai.
"Mereka mengatakan kalau ia merupakan tipe pekerja keras." assisten Jung In menimpali.
"Well, adakan pertemuan dengannya dan nilai dia menurut kriteria kita." Jung In memutuskan.

Seo Jun sedang melatih tubuhnya'
Jung In masuk ke ruangan di mana Seo Jun berolah raga. Dari jauh Jung In memperhatikan Seo Jun.
Mae Ri datang ke sebuah restaurant mewah di sebuah hotel bintang 5, ia sedang berbicara dengan ayahnya lewat telepon.
"Ya, ayah. Aku telah membeli kaus kaki dan underwear. Tapi, dimana kau sekarang?" tanya Mae Ri.
"Oh.. aku tahu, Mae Ri Yah, good job. Cepat cari tempat yang sepi dan duduk di tempat itu sekarang." ucap Ayah Mae Ri, Ayah Mae Ri memperhatikan Mae Ri dari lantai 2 hotel itu.
"Ayah, kau dapat melihatku sekarang? Dimana kau?" Mae Ri melihat kesekelilingnya berharap menemukan ayahnya.
"Pelankan bicaramu dan temukan tempat yang tenang untuk duduk. Jangan melihat ke sekeliling." suruh Ayah Mae Ri.
Mae Ri mengangguk mengerti, lalu berjalan ke sebuah tempat di restaurant itu yang tidak banyak pengunjung.
"Jangan melihat ke sekeliling." suruh Ayah Mae Ri.


Pelayan datang dan memberikan menu. Mae Ri segera berkata, "Tolong bawakan aku segelas jus strawberry."
"Hey, apa maksudmu dengan memesan jus strawberry?  Lebih anggunlah, dan pesan segelas kopi. Segelas kopi! Dan buat dengan ala Americano. Americano." ucap Ayah Mae Ri.
"Apa yang kau katakan ayah? Maaf, tolong buat Americano." Mae Ri memesan ulang.
"Tentu." kata pelayan dengan sopan.

Mae Ri kehausan, ia meminum segelas air putih dengan sekali tegukan.
"Hey, gadis mana yang langsung meminum habis minumannya dalam sekali teguk?! Kau harus melakukannya dengan baik." Ayah Mae Ri tidak ingin anaknya terlihat kampungan.
"Ayah, apa yang sedang kau lakukan?" Mae Ri kesal, ia menyandarkan badannya.

"Hey, kau harus duduk dengan tegak. Seorang gadis harus duduk dengan tegak." suruh ayahnya.
"Apa ini? Apa kau sedang mengontrol sebuah avatar?"Mae Ri kesal, ia bangkit dari duduknya dan berbicara kencang. "Dimana kau sekarang, ayah? Dan kenapa kau memanggilku kesini?"
"Oh! Hey, aku harus menghubungi seseorang. Tetap terhubung, okey? Jangan ditutup." Ayah Mae Ri mendapat telepon dari ayah Jung In.
"Oh, Hello, Suk Hkyung. Aku sedang mengawasi pertemuan anak-anak kita." ucap Ayah Mae Ri.
"Itulah kenapa aku menelponmu. Jung In ada di hotel sekarang. Tapi dia mengatakan dia ada pertemuan bisnis yang harus ia hadiri, jadi dia akan telat 30 menit. Ah, tentu. Lalu, aku akan menyerahkan segalanya padamu dan semua terserah padamu. Ya.. Ya.." Ayah Mae Ri menutup sambungannya dengan ayah Jung In lalu menelpon Mae Ri kembali.

"Hey, Mae Ri Yah, aku akan menghubungimu kembali 30 menit lagi. Jadi tunggu di sana, kau mengerti? Tutuplah teleponnya."
Mae Ri menutup telepon, "Kenapa dia menyuruhku untuk menemuinya di hotel ini?"
Mae Ri terkagum dengan bangunan hotel yang megah. "Benar-benar menakjubkan."
Kemudian ada seorang artis melewatinya. Artis itu bernama Lee An. Mae Ri kenal artis itu, dia pernah memerankan satu drama yang pernah Mae Ri tonton.

Asisten Lee An menunjukkan tempat duduk untuk Lee An, mereka duduk tak jauh dari tempat Mae Ri duduk.
"Ah, direktur. Kau akan mengadakan pertemuan dengan Jung In  Ah, benar? Ah, dimana kau?" Lee An sedang menelpon, semua orang memperhatikan Lee An. ""Aku hanya mampir untuk mendengar hasil casting."
Telepon Mae Ri berdering, So Ra Yah sahabatnya menelpon.
So-Ra.. So-Ra.. So-Ra..
"Oh, So Ra Yah, kau tau, Aku melihat Lee-An tepat di depanku. Benarkah itu dia! Tidak dapat dipercaya. Aku kira jika kau sedang berada di sebuah hotel yang sangat mewah, kau pasti banyak melihat selebritis terkenal. Yeah, Dia lebih baik dari pada TV. Dia sangat tampan dan sangat tinggi..
Aku berkata jujur padaku, aku tidak bohong. Fine, aku akan memotretnya dan foto bersamanya sebagai bukti."
"Kau ingin hal itu menjadi kenyataan." tanya asisten Lee An. "Kau selalu ingin melakukan kerja sama dengan Seo Joon."
"Aku tahu." jawab Lee An.
Mae Ri datang menghampiri Lee An.
"Maaf. Hello." Mae Ri mengucapkan salam. "Aku adalah penggemarmu, dan maafkan aku, tapi..
Bisakah kau memberikan tanda tanganmu padaku, di sini?"
"Ah Ya." Lee An terlihat merasa terganggu dengan kedatangan Mae Ri, begitu juga dengan assistennya.
"Ini." Mae Ri memberikan pulpen pada Lee An.
"Terima kasih." ucap Mae Ri seraya tersenyum senang.
"Satu lagi, bisakah kita untuk berfo--" Mae Ri mencoba untuk memotret Lee An.
"Ah, well. Maafkan aku, berfoto bersama mungkin akan sedikit sulit." Lee An menolak untuk difoto, ia memberi isyarat pada asisstennya untuk segera menjauhkan Mae Ri dari dirinya.
Mae Ri kembali duduk di tempatnya, ia ingin menelpon so ra. Tapi assisten Lee An terus memperhatikannya "Apa yang kau lakukan. Apa kau masih mengambi gambar?" asisten Lee An membentak Mae Ri.
Mae Ri kaget, "Tidak sama sekali, aku tidak mengambil gambarnya."
"Apa yang kau lakukan. Ambil ponselnya!" suruh asisten Lee An.
Jung In dan Seo Jun keluar dari lif bersama.
"Apakah kau sudah meninjau skrip yang aku kirimkan padamu?" tanya Jung In.
"Tidak." Jawab Seo Jun.
"Apakah skrip itu tidak dikirimkan?" Jung In kira skrip itu tidak dikirimkan ke Seo Jun oleh asistennya.
"Sudah, aku tidak membacanya." jawab Seo Jun.
"Benarkah?"
"Aku suka sekali film, aku sangat tidak menyukai drama." kata Seo Jun.
"Kenapa?" tanya Jung In.
"Karakter di drama cenderung datar." jelas Seo Jun.
"Tapi, bukankah pekerjaan aktor membuat merekaa.. menjadi 3 dimensi?" Jung In memberikan sebuah skrip pada Seo Jun. Dengan ragu Seo Jun menerimanya.
Telepon Jung In berdering, ayahnya menelpon.
"Yah, ayah? Ya, aku masih di hotel. Aku tidak akan lama lagi. Ya." Jung In menutup teleponnya.


Mae Ri sedang berusaha agar handphone tidak diambil oleh assisten Lee An.
"Aku tidak memfotonya!" jelas Mae Ri, ia berusaha mengenggam handphonenya dengan erat.
"Berikan saja itu padaku!" Suruh asisten Lee An.
"Aku bilang, aku tidak memfotonya!"
"Berikan ponselmu padaku sebentar, hanya sebentar."
"Apa yang kau lakukan."
"Aku hanya ingin memastikan."

Dari kejauhan Jung In mendengar Mae Ri dan assisten Lee An yang sedang bertengkar. Mae Ri tetap bersikeras bahwa ia tidak memfoto Lee An tapi assisten Lee An tidak percaya hal itu. Mae Ri menarik dengan keras tangannya hingga keseimbangan tubuhnya hilang dan Mae Ri jatuh, hal ini mengakibatkan pelayan yang ada di sampingnya ikut terjatuh juga. Semua orang memperhatikan mereka, termasuk Jung In dan Seo Jun.

Semua barang-barang Mae Ri ikut terjatuh jatuh juga. Mae Ri malu karena semua orang memperhatikannya, sedangkan Lee An tidak mau ikut campur, ia meninggalkan restaurant itu tanpa berkata apapun.

Assisten Lee An mencoba mengalihkan perhatian pengunjung.
"Tolong, lewat sini." asisten Lee An membantu Mae Ri berdiri dan membawanya ke sudut restaurant. Asisten Lee An menggenggam tangan Mae Ri dengan erat.
"Hey, sakit. Kenapa kau melakukan ini?" kata Mae Ri. "Aku bilang, aku tidak melakukan apapun, kenapa kau melakukan hal ini?!"
Jung In datang dan berkata "Apa yang kau lakukan di sana?"Asisten Lee An yang melihat hal itu segera melepaskan tangan Mae Ri.

Jung In mengangguk mengerti.
"Sekali lagi, aku ingin meminta maaf pada anda dengan setulusnya." ungkap Jung In dengan sangat sopan.
"Penyesalan dengan tulus? Terserahlah, semua bukan salahmu juga." jawab Mae Ri.
Mae Ri melihat luka memar di tangannya, "Oh! tanganku memar."
"Kau harus segera mengeceknya ke rumah sakit." saran Jung In.
"Aku baik-baik saja." jawab Mae Ri.
Mae Ri mengambil handphonenya yang rusak total.
"Oh! Apa yang harus aku lakukan? Aku sedang menunggu sebuah panggilan. Ahh.. Apa yang harus aku lakukan?" Mae Ri panik.
Jung In menyodorkan sebuah amplop putih.
"Apa ini?" tanya Mae Ri. "Apa kau berpikir aku ini penipu?"
"Jangan salah paham. Hanya saja ada banyak jenis orang di dunia ini. Aku melalui hal yang sama tidak lama ini." Jung In kira Mae Ri adalah salah satu orang yang ingin mengambil keuntungan berupa uang dari kejadian semacam ini, seperti orang-orang pada umumnya. " Mereka mengatakan bahwa mereka baik-baik saja sekarang, tapi kemudian mereka membuat masalah besar."


Jung In menaruh amplop itu di atas kursi.
"Jadi, jika kau setuju dengan hal ini.. Aku perlu tanda tanganmu untuk sebuah surat pertanggung jawaban." Jung In mengeluarkan lembar surat dan pulpen.
"Kau ingin aku menandatangani hal ini? Kenapa aku harus melakukan hal ini?" tanya Mae Ri kesal.

Mae Ri jadi teringat kejadiannya dulu, saat ia meminta Mu Gyul untuk menandatangani surat pertanggung jawabannya.
"Aku akan melakukannya." kata Mae Ri seraya menghela nafas,
"Tolong tuliskan informasi tentang alamat dan nomor yang bisa dihubungi, juga." Jung In menunjukkan tempat form yang harus diisi Mae Ri.
"Jangan khawatir, kau tidak perlu menghubungiku lagi." jawab Mae Ri kesal

"Lalu.. Aku minta maaf atas ketidaknyamanan ini." ucap Jung In, sebelum pergi ia memberikan pembungkus kertas pada Mae Ri. "Kau mungkin perlu pembungkus tas yang lain."
"Dia benar-benar menjengkelkan. Benar-benar orang yang bodoh." kata Mae Ri kesal.
"Oh! Amplop itu. Hey, kau.." Mae Ri hendak mengembalikan amplop itu tapi Jung In sudah berjalan jauh, lagi pula tangan Mae Ri yang memar juga sangat sakit. Belum lagi handphonenya yang rusak.
"Benar, karena hal ini begitu rendah dan kekanak-kanakkan.. Aku akan mengambilnya." Mae Ri membuka amplop itu, ia terkejut, "Bukankah ini terlalu banyak? 2.000.000?!"

Jung In datang menemui Seo Jun yang menunggu lobi.
"Aku memohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Kau pasti telah menunggu lama, benarkah?" ucap Jung In sopan.
"Aku akan melakukannya." Seo Jun menyepakati untuk ambil bagian dalam produksi drama garapan Jung In.
"Hanya butuh 30 menit untuk merubah pemikiranmu?" Jung In melihat jamnya.
"Jika hal itu melibatkanku menjadi bagian di dalamnya, aku memutuskan untuk mengambilnya." jawab Seo Jun.

"Dan bagian mana yang kau suka dari karakter itu?" tanya Jung In.
"Dia seperti mengingatkanku pada diriku sendiri. Bagaimana seharusnya aku menempatkannya..? Seorang perempuan yang teguh pendirian, kuat dan tak dapat diduga setiap keinginannya. "Semacam melakukan Yoga sambil mendengarkan musik rock?" ujar Jung In.
Seo Jun tersenyum mendengar perkataan Jung In. "Kirimkan aku perjanjian kontraknya segera, karena aku memiliki masalah dengan komitmen."
"Aku akan mengontakmu segera jika semua itu sudah siap." jawab Jung In.

"Ah, benar! Selamat untuk tanggal pernikahanmu. Aku tidak menyangka hal ini akan terjadi secepat ini. Aku tidak menggambarkan seperti itu, tapi sepertinya ada sisi baiknya juga pada dirimu. Apakah ini masih di dalam abad yang mengharuskan adanya perjodohan? Dan satu hal lagi, lain kali kirimkan aku skrip dalam bentuk file. Ayo lindungi pohon dan bumi." ujar Seo Jun panjang lebar, kemudian ia pergi. "Sampai jumpa lain waktu."
Jung In hanya tersenyum mendengar hal itu. Kemudian Jung In teringat pertemuan yang telah ayahnya janjikan. Jung In menelpon ayahnya tapi tidak diangkat.
Mae Ri duduk sendiri, "Ini sudah lebih dari waktu yang dijanjikan, tapi kenapa ayah belum datang juga? Dia tidak menjawab teleponnya."
Mae Ri tidak menyadari kalau Jung In sedang duduk tak jauh dari tempatnya. Mae Ri melihat seorang pelayan membawa papan bertuliskan namanya. Mae Ri memanggil pelayan itu, "Unnie! Aku Wi Mae Ri."
Ternyata Mae Ri mendapat telepon dari ayahnya di lobi hotel.
"Apa yang terjadi, ayah? Siapa? Dan siapa ini Jung In? Apa? Tanggal?" Mae Ri terkejut mendengarkan penjelasan ayahnya tentang perjodohan Mae Ri dan Jung In. " Ayah, kau menyuruhku datang ke sini hanya untuk hal itu?!"
Mae Ri berjalan cepat menuju ke tempat ayahnya, ia tidak mengetahui bahwa ia baru saja melewati Jung In. Jung In sedang berusaha menelpon ayahnya tapi tidak dapat dihubungi juga, Jung In juga tidak menyadari kalau baru saja Mae Ri lewat di hadapannya.

Di butik khusus pengantin.
"Apa aku yang gila? Kenapa aku harus menikah?" seru Mae Ri pada ayahnya.

Mae Ri menghampiri ayahnya. "Ayah. Katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi. Kau ingin aku menikah jadi kau bisa membayar semua utang-utangmu, benarkah seperti itu?"
"Apa kau tidak percaya pada ayahmu? Itu hanya sebuah keuntungan dari pernikahanmu ini. Ini adalah kesempatan sekali dalam hidup. Apa lagi, cepat pergi dan suruh seseorang untuk membantumu. Apakah ada di dunia ini seorang ayah yang tidak ingin melihat anak perempuannya menikah?" ujar Ayah Mae Ri.
"Orang yang seperti apa yang akan membayar semua hutangmu seperti ini?! Kau benar-benar percaya pada orang seperti itu, ayah?"
"Mae Ri Yah, kita dapat mempercayai keluarga ini. Dia adalah salah seorang yang dulu aku sangat dekat dengannya dalam pertemanan." kata Ayah Mae Ri.
"Mana ada di dunia ini makanan gratis? Apa kau tidak belajar dari pengalamanmu sebelumnya? Dan apa lagi? kau ingin aku menikah dengan seseorang yang belum pernah aku bertemu dengannya sebelumnya?" Mae Ri marah.
"Hey! Hey! Itulah alasan kenapa aku mengadakan pertemuan ini. Dan disini kau datang tanpa melihatnya sekalipun, bagaimana kau dapat berbicara sekasar itu?" Ayah Mae Ri juga bertambah marah.
"Kau lah yang mengadakan pertemuan ini tanpa menanyakan hal itu padaku terlebih dahulu." jawab Mae Ri.
"Berhenti menolak hal ini! Coba liat fotonya! Dia sungguh tampan." Ayah Mae Ri membujuk Mae Ri untuk melihat foto itu, tapi Mae Ri malah menutup matanya.
"Hey, liat ini! Dia tidak hanya tampan, tapi juga sangat kayak, lihatlah..."
 Mae Ri menulis sebuah surat untuk ayahnya.
"Pembantu muda kita, Mae Ri. Yang telah kehilangan ibunya ketika ia berumur 4 tahun, di bawah asuhan ayahnya ia tumbuh menjadi setinggi ini, tidak pernah melupakan kebaikan yang ia berikan.
Tapi ini 10 juta kali bukan pernikahan yang adil, ayahnya telah membujuknya dan membuat hatinya frustasi. Harapan ayahnya untuk menikahi anak kesayangannya dengan pria itu. Ayah, cepat buka matamu dan kembalilah untuk pembantu muda ini." Mae Ri membacakan suratnya sendiri dengan dramatis.

"Apakah aku harus pergi ke laut In Dang Soo?" tanya Mae Ri pada dirinya sendiri yang sudah siap untuk pergi meninggalkan rumah.
Saat hendak keluar rumah, ia melihat gitar Mu Gyul di dekat televisi.
"Bagaimana bisa seorang rocker menaruh gitarnya di sini? Sungguh menyedihkan." Mae Ri membuka isi tempat gitar Mu Gyul.
"Apa ini? Ada beberapa baju di dalam koper. Aku tahu itu. Oh! Dia meninggalkan handphonenya di sini. Dia sungguh, sungguh menyedihkan."

 Selesai tampil, Mu Gyul berbicara dengan manager tempatnya tampil. Manager memberikan Mu Gyul sebotol air.
"Nah, ini. Aku hanya tertarik untuk mendengarmu sebagai penyanyi solo." kata manager.
"Terimakasih." kata Mu Gyul lalu memanggil teman-temannya. "Apa yang kau lakukan? Cepat pergi."

 Mu Gyul paling tidak suka kalau ada orang-orang yang menginginkan terpisah dari bandnya.
"Ah, benarkah! Karena perasaanmu begitu jatuh, cepat pergi dan lakukan sesuatu untuk mengembalikan mood kita." suruh salah satu teman Mu Gyul pada temannya yang lain.
"Hey, Moo Gyul Ah.. Kau bahkan sering sekali mendapatkan keuntungan dari manager tapi kau malah menolaknya karena kami." ungkap salah satu teman Mu Gyul. "Maafkan aku, aku rasa kita telah menghalangi jalanmu untuk meraih masa depat yang lebih sukses."

"Apa yang kau katakan? Aku menolaknya karena bayarannya sangat buruk." jawab Mu Gyul.
"Jangan mencoba menyangkalnya."
"Ah, aku bilang padamu itu tidak benar. Kami berdua yang memutuskan hal itu."
"Benarkah?"
"Ahh.. Pria tampan dan setia ini.. Hey, biarkan aku membawa gitarmu!" ucap teman Mu Gyul.
"Ah, lupakanlah." Mu Gyul menghindar untuk tidak dibawakan gitarnya.
Hyung ada telepon untukmu.

 "Apa yang kau katakan?" salah satu teman Mu Gyul mendapat telepon dari Mae Ri. Mae Ri menelpon dengan menggunakan ponsel Mu Gyul yang tertinggal di rumahnya.
"Hey, Kang Mu Gyul, teleponmu lagi?" kata teman Mu Gyul.
"Hello?" Mu Gyul memberi salam.
"Ah, ya. Ini Wi Mae Ri. Dimana kau sekarang?" kata Mae Ri.

 Dari kejauhan, Mae Ri melihat Mu Gyul dan bandnya sedang bernyanyi-nyanyi di pinggir jalan.
"Ada apa dengannya? Dia sedang mabuk lagi di tengah hari seperti ini." kata Mae Ri.
"Merry Chirstmas!" sapa Mu Gyul pada Mae Ri yang baru saja datang.
"Oh, kakak ipar!" ucap teman-teman Mu Gyul yang lain dengan serempak. "Hai!"
"Kenapa kau memanggilku kakak ipar?" tanya Mae Ri dengan polosnya.
"Karena kami dengar kau menghabiskan malam dengan Mu Gyul kemarin." jawab teman Mu Gyul. "Benarkah?!"


"Yah Bukan kemarin, tapi dua hari kemarin." seru Mae Ri.
"Dua hari kemarin! Kakak!" ledek teman-teman Mu Gyul.
"Menikah, menikah!" sorak teman-teman Mu Gyul.
"Tidak masalah. Aku hanya akan mengembalikan barang-barangmu dan kemudian aku akan pergi.
Tapi sebelum itu.." ucap Mae Ri seraya menaruh gitar dan handphone milik Mu Gyul di dekat Mu Gyul.

 "Ini." Mae Ri mengembalikan uang yang pernah diberikan Mu Gyul untuk biaya sewa kamar.
"Apa ini?" tanya yang lain.
"Kau memberikan aku ini kemarin, tapi karena kau tidak menginap, aku harus mengembalikannya." kata Mae Ri.
"Tapi aku sudah tidur lebih dari semalam sebelumnya." jawab Mu Gyul.
"Mereka tidur bersama. Menikah! Menikah!" sorak yang lainnya.

 Mae Ri malu, ia menutup wajahnya dengan amplop yang diberikan Mu Gyul.
"Oi, kau punya sesuatu untuk dimakan!" ujar Mu Gyul saat Mae Ri beranjak pergi.
"Apakah kau kabur dari rumah?" tanya Mu Gyul.
"Ah, benar! Ada apa dengan orang ini.... Apa kau seorang yang bisa membaca pikiran atau sesuatu?" kata Mae Ri.


 Mu Gyul dan teman-temannya tertawa mendengar pernyataan Mae Ri.
"Benarkah? Yah, berapa umurmu untuk bisa kabur dari rumah?" tanya Mu Gyul, ia masih terbahak.
"Ini pertama kalinya aku kabur dari rumah!" ujar Mae Ri.
Mu Gyul menghampiri Mae Ri.
"Sebentar.. Kau menulis surat kalau kau kabur, benarkah?" tanya Mu Gyul.
"Bagaimana kau tahu hal itu?" tanya Mae Ri.

 "Aku akan benar-benar gila." Mu Gyul tertawa terbahak, Mu Gyul pikir betapa polosnya Mae Ri.
Mu Gyul memegang kepala Mae Ri dengan gemas. "Yah.. Kau sangat cute."

 Di sebuah restaurant kaki lima.
"Permisi, kakak! Kau tahu, aku sangat mengenal Mu Gyul.  Kau memiliki mata yang bagus, wow! Aku juga berpikiran sama. Matanya sangat cute. Very Cute." teman-teman Mu Gyul dan Mu Gyul sendiri sedang mabuk berat.
"Terima kasih." ucap Mae Ri.
"Oh, Guys. Kau datang? Kau datang?" Mae Ri melihat teman-temannya datang.

"Mae Ri Yah, apa yang terjadi?" tanya So Ra.
"Siapa yang akan menghentikan ayahmu sekarang? Sepertinya ini akan menjadi masalah.." ujar teman Mae Ri.
"Bukankah itu pria gelandangan di Hong Dae, kan?" ucap teman Mae Ri ketika melihat Mu Gyul bersama teman-temannya. "Wow, dia lebih tampan kalau di lihat dari dekat. Harusnya aku menabraknya lagi dengan mobil jadi aku dapat mengakhiri semua ini di sini."
"So Ra Yah." panggil Mae Ri.

 "Huh?"
"Bolehkah aku menginap di rumahmu sekarang?"
"Yeah, tentu saja."
"Tapi, aku harus menelpon ayahmu karena aku yakin dia sangat mengkhawatirkanmu."
"Terima kasih." ucap Mae Ri. "Hey, cepat pergi. Cepat."
"huh?"
"Permisi, aku akan pergi sekarang." pamit Mae Ri pada Mu Gyul dan teman-temannya. Good Bye!"

Tapi, teman-teman Mu Gyul malah mengajak teman-teman Mae Ri untuk ikut bergabung bersama mereka.
"Ah, aku mohon silakan duduk." ucap salah satu teman Mu Gyul.
"Memang, suasana di sini sangat bagus." jawab teman Mae Ri.
"Tapi, aku ingin pulang ke rumah." kata Mae Ri.
"Heloo..!"
"Heloo..!"
"Oh, benarkah.. Apa yang harus aku lakukan?" ungkap kedua teman Mae Ri saat duduk di samping Mu Gyul. "Benar-benar tampan. Itu mobilku, kau tahu.Aku adalah penggemarmu, dapatkah kau memberikanku tanda tanganmu? Oh, aku.. Aku juga."
 Salah satu teman Mu Gyul memecahkan botol.
"Dia benar-benar mabuk, biasanya dia tidak melakukan hal ini." kata Mu Gyul.
"Hey, kau wanita-wanita hanya dapat melihat Mu Gyul?  Apakah hanya dia yang ada di band kita?" ungkap teman Mu Gyul itu. "Hey, one, two, three, tidak dapatkah kalian melihat kami? Ahh.. Aku rasa tidak. "Lepaskan aku.. lepaskan.. Yah, aku sakit dan lelah menjadi bayang-bayang Mu Gyul. Aku tidak dapat melakukan hal ini lagi.""
"Hyung, kau mabuk." salah satu teman Mu Gyul mencoba menenangkan.
"Maafkan aku, Hyung. Ini, silakan diminum." ucap Mu Gyul seraya memberikan satu gelas botol. Mereka sama-sama mabuk.

 "Tidak apa-apa, bodoh. Yah, apakah kita benar-benar sebuah band yang nyata? Kita tidak bisa bernyanyi, kita tidak bisa memainkan alat musik. Yah, kita bubar saja, apa gunanya?!"
"Kenapa kau berbicara seperti itu." teman yang lain membela Mu Gyul.
Dan terjadilah pertengkaran.
"Oh, my.. oh, my.. oh my!" kedua teman Mae Ri panik karena teman-teman Mu Gyul saling memukul satu sama lain, kecuali Mu Gyul. Mu Gyul hanya duduk dan menikmati minumannya.
"Hey,"
"Hey.."
"Kau udang kecil. Lihatlah caramu berbicara pada Mu Gyul!"
"Okey, kita akan menyelesaikan ini dalam satu cara. Cepat keluar."

 "Hey, kemana kita akan pergi?! Apa yang harus dilakukan?" Mae Ri panik, ia menghampiri Mu Gyul yang diam saja.
"Apa yang kau lakukan? Apa kau hanya akan duduk di sini?" Mae Ri menarik paksa tangan Mu Gyul.
"Aku baik-baik saja." ucap Mu Gyul
Akhirnya Mu Gyul bangkit menuju ke luar restaurant dimana pertengkaran itu berlangsung. Mu Gyul tidak terlibat ia hanya duduk di tangga dan menonton.


 "Bukan Christmas, tapi Mae Ri. Mae Ri." jawab Mae Ri kesal.
"Bukankah aku mengatakan hal seperti itu tadi? Ma.. Mae Ri? Bukankah itu nama seekor anjing." kata Mu Gyul.
"Kekanak-kanakan. Anak-anak di sekolah dasar yang akan mengatakan hal itu. Lagi pula, kalau aku seekor anjing kau itu kucing jalanan." balas Mae Ri. "Kau benar-benar aneh, benar kan?"
"Yah, kau sangat cute." ucap Mu Gyul seraya mencubit pipi Mae Ri dengan gemas.
"Kyaa..!! Apa yang kau pikirkan?!" kata Mae Ri mencoba melepaskan cubitan Mu Gyul.
 Tiba-tiba polisi datang dan semuanya menjadi panik, termasuk Mu Gyul. Mu Gyul yang sedari tadi tenang, mendengar alarm mobil polisi  ia langsung lari. Sedangkan Mae Ri hanya berdiri mematung tidak mengerti, Mae Ri mengangkat tangannya.
"Polisi.. Apa-apaan ini?" ucap orang-orang di sekeliling.
"Kami telah menerima laporan.." mobil polisi memberikan instruksi.
"Apa yang kau lakukan.." Mu Gyul ingat Mae Ri, ia menghentikan lari kemudian kembali pada Mae Ri, lalu menggenggam paksa tangan Mae Ri dan mengajaknya berlari. Sweet.
"Lari!" ucap Mu Gyul.

 Yaah,, sepanjang jalan Hong Dae, Mae Ry dan Mu Gyul berlari cepat. Cukup dramatis.
"Kenapa aku selalu mengakhiri semuanya seperti ini ketika aku datang ke Hong Dae?" ucap Mae Ri ketika mereka sudah jauh dari polisi.
Ketika berjalan di salah satu gang di Hong Dae, tanpa sengaja Mae Ri menabrak seseorang.
"Ah, maafkan aku. Maafkan aku." Mae Ri meminta maaf pada pria yang tidak sengaja ia tabrak.
Begitu juga dengan Mu Gyul, Mu Gyul mengikuti Mae Ri meminta maaf "maaf." ucapnya.

 "Ada apa dengan orang bodoh ini? Kau laki-laki atau perempuan?" tanya pejalan kaki itu dengan tidak sopan pada Mu Gyul.
"Ayo pergi." Mu Gyul menggandeng Mae Ri. Ia benar-benar tidak ingin terlibat perkelahian.
"Tapi.." ucap Mae Ri, Mae Ri rasa seharusnya Mu Gyul tidak terima dibilanng seperti itu.
"Hey! Kemana kau pergi setelah menabrak seseorang?" teriak orang-orang itu.
"Mereka mabuk, tidak ada gunanya membuat kesepakatan dengan mereka." ucap Mu Gyul bijak.
"Hey, kau bodoh. berhenti?!"
 "Apa ini? Orang-orang itu berlebihan." Mae Ri tidak suka dengan sikap mereka, ia menghentikan jalannya dan mencoba untuk menghadapi dua orang mabuk itu, tapi Mu Gyul tetap mengenggenggam tangannya.
"Aku tidak ingin berkelahi. Cepat pergi." kata Mu Gyul.
"Tapi mereka mengejekmu tanpa alasan. Apakah kau baik-baik saja dengan hal itu?" tanya Mae Ri.

 "Hmm.. aku baik-baik saja.." Mu Gyul mengangguk, kemudian ia mengejek Mae Ri, "Mow mow"
"Ah, orang ini! Benar-benar! Yaw!!" Balas Mae Ri.
Mu Gyul tertawa senanng.

"Orang bodoh ini sedikit tidak beruntung." ejek orang yang mabuk tadi.
"Apa?" Mu Gyul menatap sinis orang itu. Kau memanggilku apa?"
"Aku  bilang kau orang bodoh yang tidak beruntung. Kenapa?"
"Okay, aku mengerti. Aku mengerti. Lihat ke sini. Ke sini!" Mu Gyul marah, ia langsung memukul wajah orang itu.

 Daan.. semua berakhir di kantor polisi
Kedua teman Mae Ri dan kedua teman Mu Gyul berada di kantor polisi, mereka sedang diinterogasi. Kemudian, polisi membawa masuk orang yang dipukuli Mu Gyul. Tentu saja Mu Gyul dan Mae Ri harus ikut ke kantor polisi untuk men-clearkan masalah.
"Cepat!" perintah polisi pada orang yang dipukuli Mu Gyul.
"Lihat wajahku."

 Teman-teman Mae Ri dan Mu Gyul melihat mereka datang.
"Mu Gyul Hyung!" ucap mereka bersamaan. "Mae Ri Yah!"
"Hey, apa yang terjadi?" "Aku tidak yakin, aku tidak yakin." "Semua orang diam sekarang!" "Mereka terlihat baik-baik saja, geez.." ujar teman-teman Mae Ri dan Mu Gyul. Mae Ri dan Mu Gyul hanya diam. Mu Gyul sedang kesakitan, tangan bekas memukul orang itu mulai memar.

"Hey, Mu Gyul Ah, atasi ini dan cepat keluar agar kita bisa minum bersama lagi!" ucap salah satu teman Mu Gyul. Aku akan menunggumu diluar!"
 Dua orang yang mabuk itu duduk tak jauh dari tempat Mae Ri dan Mu Gyul duduk.
"Ahh.. Hidungku sakit sekali. Lihat itu.. Lihat itu.. Lihat..." ucap salah satu dari mereka yang menunjukkan luka di hidungnya pada polisi.
"Aku melihatnya!" ucap Mu Gyul.
"Wow, hidungnya akan segera membaik, jika dia masih ingin berbicara seperti itu. Dia pasti salah satu korban dari sebuah kecelakaan yang fatal. Apa yang akan kau lakukan sekarang, jika dia bertindak seperti itu?" tanya Mae Ri pada Mu Gyul.

 "Aku akan tidak akan membuat kesepakatan dengannya." jawab Mu Gyul.
"Lalu, Apa yang akan kau lakukan untuk selanjutnya?" tanya Mae Ri.
"Atau lebih tepatnya, kau bilang kau tidak suka perkelahian, kau ingin perdamaian kan? Kau merasa tidak apa-apa dengan ejekan mereka tapi kau sangat tidak terima saat mereka berkata betapa tidak beruntungya kau? Apakah ada sesuatu yang terjadi sebelumnya?" Mae Ri kesal. Tapi Mu Gyul hanya melipat tangannya di dadannya.

 Polisi datang dan memberitahukan hal pada mereka.
"Murid, kau harus bisa menjaga dirimu sendiri. Korban di sini bukan sebuah lelucon, cepat katakan padanya bahwa semua ini adalah kesalahanmu." saran polisi itu. "Jika kau tidak puas dengannya di sini, masalah akan ditangani oleh polisi."
 "Aku tidak akan berdamai dengannya." jawab Mu Gyul. Harga dirinya lebih penting dari apapun.
"Ah, Ya ampun.." keluh polisi.
"Ahjusshi, aku yang akan berbicara padanya." ujar Mae Ri.
"Kau yang melakukannya? Lakukanlah." kata polisi.
Mae Ri bangkit dari duduknya lalu menghampiri dua orang itu.

 "Maafkan aku." ucap Mae Ri seraya membungkuk. "Aku benar-benar minta maaf."
"Hey, tidak masalah, ayo cepat ke sini." Mu Gyul menyuruh Mae Ri untuk tidak melakukan hal itu.
"Siapa ini? Pacarmu?" tanya salah satu dari mereka. "Katakan padanya untuk datang ke sini bukan malah menyuruhmu untuk menghampiri kami. Dasar orang bodoh yang tidak beruntung."
Mu Gyul marah, ia mencoba untuk memukul orang itu, "Kau yang bodoh." bentak Mu Gyul.
"Sayang! Sayang!" Mae Ri memanggil Mu Gyul dengan sebutan itu. Hahaa. Hal ini dilakukannya agar Mu Gyul berhenti.

 Yap, Mu Gyul terkesiap di panggil seperti itu oleh Mae Ri.
"Bisakah kau datang ke sini sebentar saja?" tanya Mae Ri gugup, seraya menarik tangan Mu Gyul. Mae Ri membawa Mu Gyul ke tempat lain.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Mu Gyul.
"Dilihat dari semua kejadian ini, aku pastikan bahwa kita pasti berada di posisi yang kurang menguntungkan." ujar Mae Ri.
"Aku katakan padamu bahwa aku tidak akan berdamai dengannya." Mu Gyul tetap pada pendiriannya.


 "Well, Aku punya rencana. Tapi pertama, kau mengepalkan tangan kananmu." Mae Ri menyuruh Mu Gyul mengepalkan tangan kanannya.
                               
Mu Gyul kesakitan. Hidung Mu Gyul berdarah, ia terkena pukulan 'sengajanya' sendiri.
"Ini berhasil!" Mae Ri malah bertepuk tangan melihat hidung Mu Gyul berdarah. "Sekarang kedua sisinya sudah terluka jadi kau tidak perlu menyelesaikan apapun lagi! Aku pernah melakukan hal ini, karena ayahku, jadi aku tahu bagaimana cara kerjanya. Percaya padaku."

 Teman-teman Mae Ri senang sekali, karena Mae Ri berhasil membantun Mu Gyul kelua dari masalah.
"Kenapa kelakukanmu seperti ini, benar-benar?! Kau biasa menyelesaikan masalahmu seperti itu. Yeah, biasanya, seperti itu. Yeah, kau hebat. Mae Ri Yah kita telah kembali dari kantor polisi karena ayahnya. Hyung, kau seharusnya menikahi seseorang seperti dia. Apa yang ayahmu lakukan saat ini? Ah, hanya hal-hal.. Okay, ayo kita minum-minum. Tepat! Ayo! Soju dan beer terdengar enak. Tapi akhir-akhir ini aku sudah terlalu banyak minum beer." Mereka saling bersorak dan berbicara sangat ribut.
Mae Ri hanya tersenyum mendengarnya, sedangkan Mu Gyul masih sibuk dengan hidungnya yang mimisan. Teman-teman mereka pergi mendahului, Mu Gyul dan Mae Ri berjalan santai.


  "Kau baik-baik saja?" tanya Mae Ri.
"Yeah.. Tapi, kenapa kau membantuku?" Mu Gyul balik tanya.
"Karena aku bersamamu saat kejadian itu. Apakah kau tau, karena cinta, harapan dan kepercayaan , menurutmu mana hal yang paling  penting?" tanya Mae Ri.
"Cinta?" Mu Gyul kira cinta.
"Bukan, itu sebuah loyalitas." jawab Mae Ri.
"Lalu.." tanya Mu Gyul. "Kau harus lebih nyaman.."

"Tentang apa?" tanya Mae Ri.
"Berbicara dengan bahasa informal. Kau katakan kau tidak merasa nyaman dengan seseorang kalau tidak berbicara bahasa formal."
"Aku kira begitu." jawab Mae Ri. "Well, aku berhasil karena aku telah berpura-pura menjadi pacarmu. Tapi, kau tahu, aku benar-benar kasihan dengan gadis yang akhirnya akan menikah denganmu."
"Aku tidak akan pernah menikah." jawab Mu Gyul datar.

"Benar, jangan. Kau senang minum-minum, kau memiliki banyak wanita di sekitarmu, kau membuat musik, kau sangat tampan, kau pemalas dan temperamenmu sangat buruk. Aaahh.. Kau adalah salah satu tipe suami yang terburuk." jelas Mae Ri panjang lebar.
"Oh, itu aku." Mu Gyul menggaruk-garuk kepalanya, ia sadar kalau yang disebutkan Mae Ri itu benar. 
Telepon Mae Ri berdering. Mu Gyul yang membawakan tas Mae Ri memberikan ponselnya yang ia ambil dari dalam tas. Mae Ri melihat layar handphone, ternyata ayahnya yang menelpon.
"Ah, ayahku menelpon. Aku tidak akan menjawabnya." Mae Ri memberikan handphone itu pada Mu Gyul.
"Yeah, ada 30 panggilan tidak terjawab." ujar Mu Gyul.
"Benarkah? Aahh.. apa yang terjadi dengan ayah?" Mae Ri panik.
"Mungkinkah kalian berkelahi karena aku?" tanya Mu Gyul.
"Tidak, bukan begitu." Jawab Mae Ri.

Mu Gyul menggaruk-garuk kepalanya tidak mengerti, kemudian ia pergi meninggalkan Mae Ri. So Ra Yah datang menghampiri Mae Ri.
"Mae Ri Yah, apa yang kau lakukan?" tanya So Ra. "Apakah ini ayahmu?"
Mae Ri mengangguk.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Mae Ri.
"Kenapa? Apa yang ia katakan?" tanya So Ra.
"Karena aku lari dari pertunangan, ia menginginkanku untuk langsung menikah dengan pria pilihannya."
"Oh! Apa yang harus dilakukan? Apa yang harus dilakukan?" So ra ikut panik.
"Dan aku tidak bisa menghubungi ayahku sekarang. Aku pikir, kabur adalah hal yang terburuk. Apa yang harus aku lakukan, So Ra Yah?"
 Mae Ri dan Mu Gyul dan juga semua sahabat mereka berkumpul di taman. Mereka sedang membicarakan masalah Mae Ri dan ayahnya.
"Kau selalu menderita karena ayahmu. Jika ayahmu sangat menyukainya, ia harus menikah dengan ayahmu." jelas salah satu sahabat Mae Ri.
"Dia bilang, tidak ada alasan bagiku untuk tidak menikah karena saat ini aku juga tidak punya seorang kekasih. Apakah itu masuk akal?" tanya Mae Ri pada yang lain.
"Aku tahu kenapa ia melakukan hal ini? Apa yang akan dia lakukan jika aku punya seorang kekasih?"
"Jika aku memiliki seseorang yang aku cintai, lalu bagaimana?" tanya Mae Ri.

"Ah, Mae Ri Yah!!"
"Cepat katakan pada Ayahmu."
"Kau sudah memiliki seseorang yang kau cintai!"
"Bagus! Katakan saja ada seseorang yang ingin menikahimu!"
"Bingo! Bingo!"
"Tentu tidak, hal itu hanya akan membuat ayahnya melakukan pernikahan yang lain dengan cepat, ""kau tidak bisa melihat hal itu?"
"Lalu kenapa kalian tidak langsung menikah saja?"
"Menikah?"
"Menikah! Menikah?!"
"Apa yang kau katakan? Menikah?"
"Ey, kau harus segera melangsungkan pernikahan."
"Memang, lakukan saja dengan cepat."
"Itu tidak masuk akal." jawab Mae Ri atas semua komentar teman-temannya.
"Atau yang lain, kirimkan foto wedding kalian saja sebagai bukti."
"Itu kedengaran lebih bagus."
"Good. Good."
"Sebuah foto.. Sebuah foto!"
"Mae Ri Yah!"

Perdebatan selesai, keputusan yang diambil adalah, mengambil foto pernikahan palsu lalu mengirimkannya pada ayah Mae Ri.
"Ahjusshi, tolong ambil gambar dari jarak yang agak jauh, agar wajah kami tidak begitu terlihat." ujar Mae Ri.
 
Mae Ri menuliskan sebuah sms untuk ayahnya.
"Ayah, maafkan aku, tapi aku sangat mencintainya. Jadi, kami telah menikah."

Yang lain bersorak karena misi mereka berhasil.
"Hey, ayo makan. Ayo makan."
"Yeah, ayo kita makan sesuatu!"
"Soondae, soondae!"
"Tidak-tidak, tidak!"
"Ok, cukup ikuti aku."
"Aku ingin maka tofu sup yang pedas."
Lagi-lagi semua teman-teman Mae Ri dan Mu Gyul meninggalkan Mae Ri dan Mu Gyul.

"Anyway, Thanks." ujar Mae Ri seraya tersenyum. "Aku berutang padamu setelah semua ini."
"Selain itu, kau tidak bisa melihat muka kami di gambar itu."
"Ayahku pasti sudah itu kalau di foto itu adalah kau dengan melihat gayamu saja."
"Lalu, kau tidak harus kabur lagi?"tanya Mu Gyul.
"Tidak." Mae Ri menggeleng cepat. "Aku akan kembali saat ayahku putus asa. Untuk sekarang, aku akan tinggal di rumah temanku untuk kerja paruh waktu. Dan saat pernikahan dibatalkan aku akan menceritakan hal yang sebenarnya pada ayah."
"Aku tahu." ucap Mu Gyul.

Kedua teman Mae Ri dan Mu Gyul datang untuk mengajak mereka sarapan.
"Mae Ri Yah, ayo kita sarapan. Kita harus bekerja nanti." ajak teman Mae Ri.
"Benar hyung, cepat. Aku juga sangat lapar." ajak teman Mu Gyul.
"Aku lelah. Aku hanya ingin tidur di tempatmu." jawab Mu Gyul.
"Begitu juga aku. Aku akan pergi ke rumahmu." jawab Mae Ri.
Mereka kompak XP
"Baiklah, ayo tidur di rumah dan jangan telat untuk datang ke kafe, eh?" ucap teman Mae Ri.
"Good Bye!"
"Good Bye, hyung!"
"Enjoy a nice meal." Mae Ri melambaikan tangan.

"Ya. Aku rasa, kita tidak harus bertemu satu sama lain, benar?" Ucap Mu Gyul.
"Benar." Mae Ri mengulurkan tangannya. "Jadi.. ..jangan pernah saling bertemu lagi satu sama lain. Okay."
Mereka saling berjabat tangan.
"Selamat jalan Merry Christmas, nikmati perjalananmu." ujar Mu Gyul.
"Hhmm.. Happy New Year!" balas Mae Ri dengan tersenyum senang.
"Dah."
Mae Ri dan Mu Gyul langsung berpisah, mereka mengambil jalan yang berbeda satu sama lain. Mae Ri melihat punggung Mu Gyul kemudian berjalan lagi, sebaliknya Mu Gyul menoleh ke arah Mae Ri dan melihatnya.

Sms dari Mae Ri akhirnya sampai juga pada ayahnya. Ayah Mae Ri sedang mengadakan makan bersama Ayah Jung In. Saat membaca sms itu, Ayah Mae Ri tersedak, ayah Jung In yang berada di sebelah memperhatikan ayah Mae Ri. Lalu ayah Mae Ri memberikan ponselnya, Ayah Jung In melihat foto pernikahan palsu Mae Ri dan Mu Gyul.

 "Ada apa denganmu." ujar Jung In. Jung In sedang bersama Seo Jun di kantornya.
"Ketika aku memulai sebuah drama, aku tidak bisa menikmati hal-hal yang menyenangkan atau sekedar berkencan." ucap Seo Jun.
"Itulah kenapa kau putus dengan pacar pertamamu."
"Produksi sebuah drama sangat sulit. Hal itu tidak berjalan baik, karena hal itu adalah drama pertamaku. Kalau sekarang, kami putus."
"Apa kau menyesal?" tanya Jung In.
"Tentu. Dia sungguh pria yang sangat cool. Jadi, kapan kau akan menikah, Direktur?" tanya Seo Jun.

 "Aku yakin, pertemuan kedua orang tua akan segera dilaksanakan segera." jawab Jung In.
"Ohh.. Jadi, kau akan menikah setelah semua ini. Pernikahan bukanlah suatu hal yang sesuai dengan pemikiranmu." ujar Seo Jun seraya berjalan melihat-lihat dokumen di rak-rak kantor Jung In.
"Apakah tampak seperti itu?" tanya Jung In.
"Ya? Aku pikir, kau akan hidup membosankan dengan seseorang yang hanya ingin mengambil keuntungan darimu. Ada banyak hal di luar sana. Orang-orang itu memiliki jenis upacara pernikahan yang sangat khas. Dan kemudian menunjukkan keduanya pada sebuah pernikahan dan akhirnya menuju perpisahan." ungkap Seo Jun panjang lebar. "Kenapa mereka harus repot-repot menikah?"

 "Memang." Jawab Jung In singkat, ia berdiri dari duduknya kemudian meninjau berkas di meja kantornya.
"Mungkin, hidup bersama dengan orang yang sama selama sisa hidup adalah pilihan yang sangat menakutkan." jelas Seo Jun. Ya ampun, Seo Jun punya ketakutan yang besar sama yang namanya pernikahan.

Jung In mendapatkan telepon dari ayahnya.
"Permisi, tunggu sebentar." ujar Jung In pada Seo Jun.
"Ya, ayah?"

 Mae Ri sedang berada di sebuah restaurant tempatnya kerja paruh waktu bersama So Ra.
"Aku rasa ada sebuah tornado yang menabrakku, kenapa aku sangat gugup? Tenanglah." Mae Ri mencoba menenangkan dirinya sendiri.
"Mae Ri Yah! Mae Ri Yah!" So Ra mendapat telepon dari ayah Mae Ri.
"Ya, ayah?" sapa So Ra pada ayah Mae Ri di telepon. "Honey Moon?! Tidak.. Tidak.. Tentu tidak.. Mae Ri bukan tipe seperti itu."
Mae Ri mengangguk-angguk membenarkan.
"Ya. Jadi, katakan padaku, ayah. ..apakah kau sudah mulai putus asa? " Tanya So Ra.
Mae Ri sangat berharap ayahnya sudah mengerti dan putus asa dengan rencana perjodohannya.

 "Benarkah? Ya, aku mengerti. Sampai bertemu lagi." So Ra Yah terlihat tegang, ia menutup teleponnya.
"Apa yang baru saja ia katakan? Apakah dia dalam perjalanan ke sini?" tanya Mae Ri panik.
"Tidak." jawab So ra. "Dia bilang dia mengerti dan dia ingin kau untuk kembali sekarang."
"Benarkah?"
"Yeah."

 Mae Ri sudah kembali ke rumahnya. Ayah Mae Ri terlihat sangat pucat, dan ia tidak banyak bicara.
"Aku akan kembali padanya, tapi.." Mae Ri mengkhawatirkan ayahnya. "Aku pikir tekanan darahmu akan naik."
Ayahnya tidak menjawab apa-apa.
"Ayah.. Apa kau mengerti sekarang tentang keadaanku?" tanya Mae Ri pelan.
Ayah Mae Ri mengangguk mengerti.

 "Benarkah?" Mae Ri senang sekaligus terharu, ia kemudian memeluk ayahnya. "Ayah, maafkan aku! Terima kasih! Aku sungguh sangat takut. Ayahku yang malang, wajahmu tampak lebih kurus dalam satu hari ini. Kau telah memberitahu keluarganya kalau tidak akan ada lagi pembicaraan tentang pernikahan, benar?"
Ayah Mae Ri diam, ia memberikan Mae Ri sebuah amplop coklat berisi surat pernyataan pernikahan antara Mae Ri dan Jung In.
"Apa ini? Ayah, ini.. Apa ini, ayah?!" tanya Mae Ri marah.
"Situasi ini benar-benar.." ucap Ayah Mae Ri merasa bersalah.

 "Jadi.. ..Situasi yang bagaimana, Tuan pengacara?" Mae Ri membawa surat itu ke seorang pengacara.
"Ayahmu tentu salah satu orang yang baik." ujar pengacara itu.
"Ya, Jadi bagaimana mengenai pilihanku, tuan pengacara?" tanya Mae Ri.
"Kau mengatakan kalau kau secara fisik tidak hadir saat pembuatan dokumen ini, benar?" tanya pengacara, pengacara itu sedang membereskan dokumen-dokumennya yang berserakan di meja. "Well, kau dapat menuduhnya sebagai pemalsuan surat. Tapi, karena karena pengadilan dipenuhi oleh jumlah peningkatan kasus semacam ini, maka mereka akan meminta bukti-bukti yang benar-benar konkrit . Dan kasusmu ini..  Kami perlu bukti bahwa ayahmu telah mendaftarkan pernikahanmu, tapi kau menolak keras pernikahan itu." pengacara itu menjelaskan panjang lebar.



 "Apa yang akan terjadi pada ayahku?" tanya Mae Ri panik, satu sisi ia ingin dokumen itu menjadi tidak sah, tapi di sisi lain ayahnya akan dikenakan hukuman karena mencoba memalsukan dokumen.
"Dia bisa dikenakan sanksi hukum karena telah membuat dokumen palsu. Namun, untuk dapat memudahkan hal ini, karean ini bukan sembarang orang. Hukum memerlukannya untuk bertanggung jawab atas semua hal ini, meskipun kau tidak ingin dia dihukum." pengacara itu menerangkan seraya merapikan dirinya, ia memakai jasnya.

 "Apakah itu artinya ayahku akan di pidana?" tanya Mae Ri, ia khawatir.
"Mungkin saja." jawab Pengacara itu seraya berjalan ke arah pintu keluar. "Kemudian, jika hal ini terlalu memberatkanmu. Kau bisa mengambil keputusan untuk bercerai."
"Bercerai?!" teriak Mae Ry. "Tapi bagaimana? Bagaimana dapat aku menceraikan seseorang yang akupun belum menikah dengannya.?!" Aahhhaahaa.. Kasian Mae Ri.

 "Menurut ayahnya dia baru saja menikah, tidak bisakah kita mengembalikan hal ini ke keadaan normal?" maksud Jung In, ia ingin agar pernikahan ini dibatalkan agar segalanya menjadi normal.
"Kita tidak dapat melakukan hal ini sekarang. Jika kita melakukannya keadaanmu akan sama sama seperti keadaanmu yang sebelumnya." ucap Ayah Jung In, itu berarti seluruh investasi milik ayah Jung in yang ada dalam proyek Jung in akan dicabut oleh ayahnya.
"Apa kau berbicara mengenai investasi sahammu di projekku?" tanya Jung In, ia sudah mulai tahu kemana arah pembicaraan ini.

 "Benar." Ayah Jung In mengangguk. "Aku akan menginvestasikannya setelah kau menikah."
"Apakah kau hanya menginginkan agar aku segera menikah? Ada banyak wanita diluar sana yang dapat aku nikahi." kata Jung In.
"Aku... ingin anak ini menjadi anak angkatku." ujar Ayah Jung In.
"Apakah pernikahan ini sangat berarti untukmu?" tanya Jung In. "Apakah ada kaitannya dengan urusan bisnis? "Pernahkah kau berhenti berpikir kalau hal ini mungkin akan menyakitkan pihak lainnya?"
"Jika kita menyerah... Kehidupan anak ini akan menjadi runyam. Dan yang aku sangat inginkan adalah melindungi gadis ini. Tidak ada banyak waktu. Kau harus segera membuat keputusan." Ayah Jung In memastikan kalau Mae Ri akan benar-benar menikah dengan Jung In.

 Jung In meneguk kopinya, ia berpikir sejenak kemudian berkata. "Aku memerlukan waktu untuk berpikir sekarang."
"Apa kau memintaku untuk memberikanmu waktu agar kau bisa berpikir tentang hal ini?" tanya Ayah Jung In.
"Setiap orang memiliki waktu untuk berpikir dengan jernih."
"Apa maksudmu?"

"Kedua-duanya, yaitu sebuah pernikahan yang terburu-buru akan menimbulkan banyak masalah. Aku tidak memiliki niat untuk memaksa seseorang yang tidak berkeinginan untuk menikah denganku. Jadi berikan ia beberapa waktu juga. Dan aku pikir, hal ini akan menjadi sangat baik jika kau memberikanku waktu untuk berpikir juga." jelas Jung In panjang lebar.
Jadi, yang kau katakan bahwa...
 "Kau menginginkan beberapa waktu untuk berpikir." ucap Ayah jung In.
"Ya." jawab Jung In. "Waktu satu tahun mungkin akan sangat lama, tapi aku pikir 100 hari akan lebih baik."
"Keputusan apa yang akan kau buat setelah setelah waktu 100 hari itu?" tanya Ayah Jung In.
"Aku akan memberikan pihak lain kesempatan untuk mengambil keputusan akhir." jawab Jung in tegas.

 Ayah Mae Ri tengah menelpon ayah Jung In.
"Ah, benarkah? Dia melompat ke atas gerobak? Okay, hyung. Ayo jalankan hal ini sampai selesai. Ya.. Ya.. Ya.." Ayah Jung In tersenyum senang.
"Sayang, satu orang suami yang mengerikan aku rasa sudah lebih dari cukup." Ayah Mae Ri berbicara ke arah foto keluarga Mae Ri dan Istrinya. "Pilihan ini adalah pilihan yang terbaik untuk Mae Ri, benarkan?"


 Mae Ri pulang dari tempat pengacara, Ayah Mae Ri duduk di atas sofa mencoba menenangkan diri.
"Ini adalah pemalsuan dokumen! Kau penjahat, ayah!" teriak Mae Ri. "Mana ada di dunia ini seorang ayah yang menghabiskan waktu anaknya yang kabur dan mencuri ID anak perempuannya dan mendaftarkan pernikahannya?!"
"Mae Ri Yah, tenang. Aku tau kau marah sekarang. Tapi suatu hari kau pasti akan mengerti alasan kenapa aku mengambil keputusan seperti ini. Dan hal ini tidak akan membuatmu sengsara lagi, jadi jangan khawatir." Ayah Mae Ri mencoba memberikan pengertian pada Mae Ri.

 "Mereka mengatakan kalau aku perlu untuk segera bercerai. Sekarang giliranku untuk menjadi wanita yang diceraikan, biarkan hal ini jadi bagian dari rencanamu." Mae Ri kesal.
"Kenapa kau harus bercerai? Yang hanya harus menikahi Jung In." ujar Ayah Mae Ri.
"Aku katakan, aku tidak mau! Kenapa kau malah membuat masalah pada dirimu sendiri?" teriak Mae Ri pada ayahnya.

"Apa? Kau yang pertama kali menyebabkan masalah ini  muncul. Kau boleh kabur dari rumah setelah menandatangani surat ini." Ayah Mae Ri bertambah marah.
Mae Ri menundukkan kepalanya. "Dan jangan ceritakan padaku tentang pernikahanmu. Bagaimana bisa kau melakukan pernikahan seperti itu tanpa meminta izin terlebih dahulu padaku?"

 "Untuk hal itu, maafkan aku. Tapi.." ucap Mae Ri, ia sadar kalau ia salah.
"Kenapa kau menikahi pria gila ini tanpa izin dariku? Dan dimana dia sekarang?" tanya Ayah Mae Ri.
"Oh? Oh, dia sedang konser sekarang." jawab Mae Ri.
"Konser? Apakah dia seorang musisi?"
"Yeah.. Kau lihat.. Dia mempunyai sebuah band indie dan menjadi vocalis yang juga bermain gitar."
"Ini benar-benar menyedihkan, sangat menyedihkan. Oh, sangat mengerikan.." Ayah Mae Ri menepuk-nepuk dadanya sendiri.
"Ayah, kau dan ibu juga kawin lari, dan kau melakukan hal itu tanpa sepengetahuan kakek juga!" ujar Mae Ri.

"Itu adalah rahasia keluarga, dan cerita itu tidak boleh terulang lagi padamu! Dan karena aku tidak ingin melihatmu menikah dengan seseorang yang buruk seperti yang ibumu lakukan. Kau lebih baik melupakan pria bodoh itu dan menikahlah dengan pria yang sudah aku tetapkan, mengerti?" Ayah Mae Ri berkata tegas pada Mae Ri.
"Aku benar-benar dalam situasi yang sangat buruk." Mae Ri menundukkan kepalanya. "Ayah, Jangan bersembunyi di belakangnya seperti seorang yang pengecut. Katakan padaku yang sebenarnya. Kau hanya berusaha untuk menikahkanku untuk membayar semua hutang-hutangmu, kan?"
 Mae Ri duduk sendiri di dalam sebuah restaurant, ia tengah minum dengan dirinya sendiri. Mae Ri sedih dengan keputusan ayahnya. Saat hendak meneguk minumannya, Mu Gyul datang dan mengambil gelas Mae Ri. "Apa ini? Apakah kau melarikan diri lagi? "
"Tidak,aku tidak melakukan hal itu. Duduklah." ujar Mae Ri.
"Kau bilang kita tidak akan pernah bertemu lagi, jadi kenapa kau menghubungiku?" tanya Mu Gyul.
"Aku hanya ingin berterimakasih karena foto-foto itu, jadi aku akan membelikanmu minuman." Mae Ri menuangkan minuman untuk Mu Gyul.
"Tidak." Jawab Mu Gyul.

 Mae Ri menuangkan segelas untuknya sendiri, Mu Gyul hanya memperhatikannya. Ketika hendak meneguknya, lagi-lagi Mu Gyul mengambil gelas itu lalu meminumnya sendiri.
"Kau bilang kau akan meminumnya." ucap Mae Ri.
"Bisakah aku melihat seorang gadis minum dengan dirinya sendiri? Tapi, ini harus dilakukan, karena aku tidak dapat mengantarkanmu ke rumah hari ini." jawab Mu Gyul.
Mae Ri mengangguk, lalu ia menuangkan minuman untuknya. Mae Ri meminumnya dengan perlahan, ia benar-benar tidak kuat dengan alkohol.

 Mae Ri menuangkan segelas untuknya sendiri, Mu Gyul hanya memperhatikannya. Ketika hendak meneguknya, lagi-lagi Mu Gyul mengambil gelas itu lalu meminumnya sendiri.
"Kau bilang kau akan meminumnya." ucap Mae Ri.
"Bisakah aku melihat seorang gadis minum dengan dirinya sendiri? Tapi, ini harus dilakukan, karena aku tidak dapat mengantarkanmu ke rumah hari ini." jawab Mu Gyul.
Mae Ri mengangguk, lalu ia menuangkan minuman untuknya. Mae Ri meminumnya dengan perlahan, ia benar-benar tidak kuat dengan alkohol.

 Mae Ri dan Mu Gyul keluar dari restaurant bersama.
"Ahh.. aku sangat senang. Inilah kenapa orang-orang minum di tengah hari seperti ini, bukankah seperti itu?" ujar Mae Ri dengan tertawa senang.
"Pulang ke rumah sekarang." suruh Mu Gyul. "Hati-hati." Mu Gyul menepuk-nepuk ubun-ubun Mae Ri.


 Mae Ri tidak ingin pulang, ia malah mengikuti Mu Gyul.
"Apa mimpimu?" tanya Mae Ri yang berjalan tepat dibelakang Mu Gyul. "Apakah kau berpikir untuk menghabiskan seluruh hidupmu untuk bermain musik?"
"Seperti inilah aku hidup." jawab Mu Gyul.
"Aku iri padamu." ujar Mae Ri.


 Mu Gyul menghentikan langkahnya, ia membalikkan badan dan menatap Mae Ri.
"Bagaimana denganmu? Apa mimpimu?" tanya Mu Gyul.
"Aku.. ingin sebuah kehidupan dengan sederhana." jawab Mae Ri.
"Eh?! Itukah impianmu?" Mu Gyul tidak menyangka sesederhanakah itu impian Mae Ri.
"Ada seorang ibu saat aku pulang ke rumah, tidak harus menderita karena situasi keuangan ayah, dan datang ke sekolah tanpa ada rasa kekhawatiran tentang biaya kuliah. " jelas Mae Ri.

 "Kau benar-benar menjalani hidup yang berat, benarkah?" terka Mu Gyul
"Ah! Benar.." jawab Mae Ri.
Hhahaa.. Mereka ledek-ledekan lagi, mengikuti suara kucing. 
"mauw.. mauw" ledek Mu Gyul
"Aish.. Maurgh.. maurgh.." balas Mae Ri.
Dan mereka berdua tertawa bersama.


Mae Ri teringat sesuatu, ia ingin menunjukkan surat pernyataan pernikahannya dengan Jung In pada Mu Gyul.
"Aku ada sesuatu yang akan aku tunjukkan padamu." Mae Ri memberikan surat itu.
"Kau adalah seorang yang sudah menikah?" tanya Mu Gyul kaget, setelah membaca surat itu.
"Seorang wanita yang sudah menikah? Ah, benar! Aku memang seperti itu, benarkan?
Aku seorang wanita yang sudah menikah!" Mae Ri sedih.

"Jujur, aku menghubungimu karena aku ingin meminta kebaikan hatimu." ujar Mae RI.
"Dan apa lagi yang kau ingin aku lakukan untukmu sekarang?" tanya Mu Gyul dengan enggan.
"Ah, tidak! Tidak! Tidak."

 Mu Gyul sedang bernyanyi di sebuah taman bermain, orang-orang mengelilinginya dan beberapa dari mereka meletakkan uang di tas gitar milik Mu Gyul. Mae Ri duduk di seluncur anak-anak tepat di belakang Mu Gyul. Ia melihat Mu Gyul bernyanyi, Jang Geun Suk oppa nyanyi 'my precious - download link'. Mae Ri melamun, ia jadi teringat kata-kata ayahnya.

"Mae Ri Yah... Mereka bertujuan melakukan sesuatu karena kau mencoba untuk membatalkan  pernikahan ini.. Jung In mengatakan bahwa ia memberikanmu waktu 100 hari untuk berpikir. Kau dapat menyadari kembali tentang hakikat pernikahan itu dan keadaan yang sebenarnya."

 Semua orang bertepuk tangan dengan meriah, ketika Mu Gyul mengakhiri lagunya.
"Terima kasih. Terima kasih." ucap Mae Ri seraya membungkuk-bungkuk.Mae Ri membereskan uang yang berserakan di dalam tas gitar Mu Gyul lalu memberikan uang itu pada Mu Gyul.
"Maaf, ini. Koin juga." ujar Mae Ri menyerahkan uang pada Mu Gyul.

 "Hal-hal menjadi sangat rumit setelah kita melakukan pemotretran ini. Jika kau tidak menyetujui pernikahan itu dan setiap orang mengetahui tentang pernikahan palsu kita.. Aku akan benar-benar menikah dengan pria ini." kata Mae Ri. Ia mencoba untuk membujuk Mu Gyul agar membantunya.
"Yah, bukan kau mengatakan pria itu tampan dan kaya? Cepat nikahi saja dia." ujar Mu Gyul asal bicara, ia sedang sibuk menghitung uang yang didapatnya.

 "Dan aku akan membuat beberapa jenis kacang kedelai? Bagaimana bisa aku menikahi seseorang yang tidak aku cintai? Aku tidak pernah berkencan dengan seseorang sebelumnya." kata Mae Ri dengan jujur.
"Kau lebih polos dari yang aku pikirkan." kata Mu Gyul.
"100 hari. Itu hanya 100 hari. Ayahku tidak akan mengizinkanku untuk bertemu denganmu dan aku tidak akan pernah mencarimu lagi. Aku pasti tidak akan menganggumu." Mae Ri memohon pada Mu Gyul.
"Cepat akhiri ini ."
"Tolong aku."

"Tolong aku." pinta Mae Ri.
"Ini tidak ada hubungannya lagi denganku." Jawab Mu Gyul.

 Diam-diam Mae Ri mengikuti Mu Gyul pergi, tapi Mu Gyul tau kalau ia sedang diikuti.
Sampai malam Mae Ri masih mengikuti Mu Gyul, tapi Mu Gyul masih juga tidak memperhatikannya.
"Ahh.. Dingin!" ucap Mae Ri seraya merapatkan sweaternya.
"Bagaimana bisa dia seperti itu dan hanya mementingkan dirinya sendiri?" keluh Mae Ri.
Tiba-tiba di pertengahan jalan Mae Ri dihadang oleh dua orang berandal, tapi Mu Gyul segera datang dan memeluk pundak Mae Ri, dua orang brandal itu langsung pergi ketika melihat Mu Gyul.

 Mae Ri duduk di sebuah kursi taman.
"Kau benar-benar kelelahan, benarkah?" tanya Mu Gyul.
"Maaf." jawab Mae Ri.

 Mu Gyul melihat kaki Mae Ri yang lecet. Mu Gyul menawarkan pundaknya.. Sweet.. Ia menyuruh Mae Ri untuk segera naik ke pundaknya,
"Tapi, aku baik-baik saja." jawab Mae Ri.
"Kau tidak dapat berjalan dengan kaki seperti itu. Naiklah." pinta Mu Gyul, bagaimanapun juga ia tidak tega melihat seorang perempuan kelelahan dan terluka seperti Mae Ri.
"Aku sangat berat." kata Mae Ri seraya naik ke pundak Mu Gyull.
"Apakah sebelumnya ada seorang pria yang memberikan pinggy back seperti ini ?" tanya Mu Gyul.
"Yeah, tapi hanya ayahku saat aku masih kecil." Jawab Mae Ri.


 Mae Ri sangat nyaman berada di pundak Mu Gyul. Mereka berbicara satu sama lain.
Mu Gyul : Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang? Huh?
Mae Ri   : Kau tidak perlu melakukan apapun!
Mu Gyul : Benarkah tidak ada yang mengganggu pikiranmu?
Mae Ri   :Tentu tidak. Aku berjanji. Aku bahkan akan menuliskannya di atas hitam putih.
Mu Gyul :Yah
Mae Ri :Hmmm?


Mu Gyul : Tapi kau tidak boleh jatuh cinta padaku, okey?
Mae Ri : Yaah.. Aku tidak akan pernah seperti itu. Kau harus tahu hal itu.
Mu Gyul :Aku tahu, oleh karena itu aku akan membantumu.
Mae Ri  : Benarkah! Kau sungguh keren keliatannya, tapi sebenarnya kau tidak seperti laki-laki biasanya.
Mu Gyul :Yah, kau terlihat sangat cute keliatannya, tapi sebenarnya kau tidak seperti seorang gadis sama sekali.
Mae Ri : Untuk itulah kita tidak perlu khawatir tentang hal itu. Selain itu, kau juga sudah punya seorang pacar.
Mu Gyul : Pacar?
 Mae Ri : Yah? Foto gadis yang ada di tempat gitarmu itu. So Young? Anyway, kau tidak perlu khawatir.
Mu Gyul : Jadi.. Apa yang akan kau lakukan setelah 100 hari berlalu?
Mae Ri : Apa maksudmu? Karena ia sudah memberikanku pilihan, aku pasti akan memilih untuk tidak memilihnya.
Mu Gyul : Benarkah?
Mae Ri : Mereka setuju membayarkan semua hutang-hutang ayahku selama aku menerima kesepakatan 100 hari itu. Jadi, semua akan baik-baik saja jika aku tidak memilih siapapun. Itulah kenapa aku memilih untuk menyetujui tawaran itu, semua demi rumahku dan diriku sendiri.
 Keesokkan paginya, Ayah Mae Ri mempersiapkan kegiatan selama 100 hari yang akan dijalani Mae Ri dan Jung In.

 Di kamar, Mae Ri sedang menelpon Mu Gyul memberi tahu jadwal yang telah disiapkan ayahnya.
"Yah, begitulah kita mengatur jadwal. Aku mengerti, tutuplah handphonenya. Dan tidak ada alasan untuk menghubungimu lagi. " ucap Mae Ri.
Ayah Mae Ri datang ke kamar.

 Ayah Mae Ri menempelkan pengingat hari di tembok. Mae Ri protes, "Apakah aku seperti seorang pelajar yang akan menghadapi ujian?"
"Benar, kau adalah seorang murid yang akan mengikuti ujian pernikahan."
"Kau harus bertemu dengan Jung In besok, jadi tidurlah cepat. Kau masih menyimpan fotonya, benarkah? Well, dia orang yang sangat baik., jadi kau dapat berharap untuk dapat bertemu dengannya."
"Aku sudah katakan, aku tahu hal itu ayah. Sekarang tolong matikan lampu dan tinggalkan aku sendiri karena aku sangat lelah." ucap Mae Ri.

 Mae Ri sedang mencari tempat Jung In tinggal.
"Ahh.. Dimana? Ingatanku sangat buruk saat mengingat jalan. Dimana?" Akhirnya Mae Ri menemukan alamat yang tertera di kertasnya.
"Whoaa.. Ini sangat besar. Wow, apakah ini sebuah rumah?! Ini lebih seperti rumah model dari pada rumah seseorang." Mae Ri terkesima melihat rumah besar milik Jung In.
Mae Ri masuk ke dalam rumah itu.
"Ah, mungkin dia masih ada di kantornya. "Whoaah.. TVnya sangat besar! Menonton drama di sini pasti sangat menyenangkan. Whoaa.. Sangat rapi sekali. Sungguh mengagumkan. Ah.. TV."


Mae Ri menonton drama kesukaannya sampai ia tertidur di sofa. Mae Ri tidak menyadari kehadiran Jung In. Jung In mendapati rumahnya ramai dengan suara TV yang sangat keras. Jung In menuju ke ruang TV dan ia mendapati Mae Ri tengah tertidur dengan wajah yang tertutup rambut. Tentu saja Jung In tidak menyadari kalau calon istirnya adalah Mae Ri, seseorang yang pernah ia tolong saat di hotel. Jung In tidak mempedulikan Mae Ri, ia mengambil remot TV yang dipegang oleh Mae Ri, lalu ia mematikan TV.  Jung In pergi ke dapur untuk mengambil minum. Tiba-tiba Mae Ri terbangun, ia terjatuh dari sofa.
"Ahh.. sakit!" keluh Mae Ri.

 "Apa kau baik-baik saja?" tanya Jung In yang segera menghampiri Mae Ri. "Kapan kau datang? aku pikir kau harus berangkat kerja."
Mae Ri segera bangkit, lalu menundukkan kepala. "Aku tidak bisa tidur semalam."
"Senang bertemu dengan anda, aku Wi Mae Ri." Mae Ri mengenal dirinya, ia masih menunduk.
"Senang bertemu dengan anda, aku Jung In." ucap Jung In.
Mae Ri memberanikan diri untuk menatap Jung In dan tentu saja, Mae Ri terkejut saat tahu orang yang ada dihadapannya adalah orang yang sama yang telah menolongnya di hotel.
"Oh, orang bodoh!" ucap Mae Ri seraya menunjuk Jung In.


source: recap. koreandrama.com

1 komentar: