Mu Gyul mengarahkan pada editor musik untuk segera memulai dengan bagian musik yang pertama. Musik sudah dimainkan.. Seo Jun membaca pencipta lagu di sudut kertas nadanya.
Disana tertulis
Judul : Hello Hello
Musik oleh Kang Mu Gyul.
Lyric oleh Wi Mae Ri.
Bagaimana reaksi Seo Jun? Jelas, marah total. Ia menolak melanjutkan rekaman. Seo Jun segera keluar dari studio rekaman dan berjalan cepat menuju Mu Gyul, Mae Ri dan Jung In. Seo Jun marah pada Mu Gyul.
"Kau mendapat keuntungan karena Mae Ri yang menulis lirik kan?" ucap Seo Jun dengan nada tinggi. "Apa kau mencoba untuk memaksaku menyanyikan lagu cintamu ini?!"
"Apa kau tidak bisa bertindak professional, Seo Jun? Jadi, apa masalahnya?!" jawab Mu Gyul. "Musik tidak akan menjadi suatu masalah, terlepas dari siapa penulis liriknya."
"Aku tidak akan melakukan ini." Seo Jun tetap pada pendiriannya. "Sampai aku mati, aku tidak akan menyanyikan ini." Seo Jun melempar lembaran kertas nada itu.
Sedangkan Mae Ri dan Mu Gyul hanya terdiam, melihat perdebatan sengit antara Seo Jun dan Mu Gyul.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Mu Gyul dengan sinis.
"Bukankah pagi ini kau yang mengatakan padaku bahwa aku harus jujur pada diriku sendiri?" tantang Seo Jun.
Mae Ri terdiam. Akhirnya ia menyadari kalau hal yang sangat mendesak yang harus dilakukan Mu Gyul pagi ini adalah Seo Jun. Mu Gyul harus mengantarkan Seo Jun pulang saat mabuk di bar.
"Yah, itulah yang aku lakukan kali ini." jawab Seo Jun.
"Kenapa kau tidak mau menerima lagu ini?" tanya Mu Gyul.
"Karena aku tidak mau menyanyikan lagu menjijikan ini." jawab Seo Jun.
"Menjijikan?"
Jung In mencoba menengahi Mu Gyul dan Seo Jun yang semakin memanas, "Mari kita hentikan sampai di sini."
Seo Jun kesal, tanpa banyak berkata ia langsung pergi meninggalkan studio rekaman. Jung In menyusul Seo Jun pergi.
Mu Gyul dan Mae Ri terdiam. Mae Ri mencoba bersikap netral. Ia memberesi lembarang nada yang berserakan di lantai kemudian menepuk-nepuk lembut lengan Mu Gyul.
Mae Ri siap tinggal di tempat Mu Gyul, ia membawa banyak barang. Mu Gyul protes melihat Mae Ri yang membawa banyak barang.
"Yah, kenapa kau membawa banyak barang seperti ini?" tanya Mu Gyul.
"Karena pasti akan sangat mahal kalau aku harus membeli barang-barang yang baru." jawab Mae Ri. Ia masih sibuk mengeluarkan barang-barang yang ia bawa dan menaruhnya di atas meja.
"Kau tidak harus membeli yang baru. Kau bisa saja memakai barang-barang yang sudah ada miliku." jawab Mu Gyul yang terus memperhatikan barang-barang bawaan Mae Ri tanpa membantunya.
"Apa yang kau lakukan? Apa kau tidak ingin membantuku?" Mae Ri kesal melihat Mu Gyul yang hanya berdiri tanpa membantunya.
"Baiklah.." jawab Mu Gyul sedikit terpaksa.
Mu Gyul mengambil selimut besar milik Mae Ri.
"Yah, itu selimut untuk kasurku." ucap Mae Ri.
"Selimut ini sangat tebal, bagaimana bisa kita menaruhnya di atas kasur miliku?" jawab Mu Gyul.
"Kita akan beli kasur baru." jawab Mae Ri.
"Dan setelah membeli kasur yang baru, kau pikir dimana kita bisa meletakan kasur itu?" ujar Mu GYul. Tempat tinggal Mu Gyul sudah penuh dengan barang-barang milik Mu Gyul, bagaimana bisa harus ada kasur baru dan tentunya tidak ada ruang kosong di tempat Mu Gyul.
"Baiklah. Kalau begitu, kau bisa tidur di sofa." Mae Ri mengajukan saran.
"Sofa? Yah, punggungku bisa sangat sakit kalau aku harus tidur di sofa." Mu Gyu protes.
"Lalu, apa yang harus kita lakukan?" Mae Ri kesal. "Kita tidak bisa berbagi tempat tidur, bukan."
"Yah, Jangan khawatir, aku tidak akan melakukan hal seperti itu padamu." Mu Gyul menjawab kekhawatiran Mae Ri.
"Bagaimana bisa aku mempercayai itu?" ungkap Mae Ri.
"Yah, kita bisa saja membagi tempat tidur itu, setengah bagian untukku dan bagian lainnya untukmu." jawab Mu Gyul.
"Bagaimana caranya?" tanya Mae Ri.
Mu Gyul sibuk memasang pembatas yang berupa kain besar. Pembatas itu akan memisahkan antara kasur untuk bagian Mu Gyul dan kasur untuk bagian Mae Ri. Dan kali ini, Mae RI yang jadi komando. Ia mengarahkan Mu Gyul dengan sedikit kesal. Kekesalan karena kecemburuannya pada Seo Jun, Mae Ri kesal karena Mu Gyul yang pergi menemui Seo Jun pagi-pagi sekali.
"Sedikit ke kiri." ucap Mae Ri.
Mu Gyul mengerjakan yang diperintah Mae Ri. "Ke sini?" tanya Mu Gyul dengan menggeser kain pembatas itu.
"Bukan! Ke kiri."
"Ah, tapi sebelah kiri ini untukku." ucap Mu Gyul yang menyadari kalau bagian tempat tidur untuknya hanya sedikit.
"Pindahkan ke kanan." suruh Mae Ri.
"Seperti ini?"
"Sekarang jadi sangat bengkok."
"Sebentar, sebentar.." Mu Gyul mencoba meletakkan kain itu dengan benar.
"Yah, Yah... Ini.. seperti ini, seperti ini.." ucap Mu Gyul.
"Bagianmu terlalu besar!"
"Kalau seperti ini, bagaimana?"
"Seperti itulah seharusnya." jawab Mae Ri dengan wajah gusar.
Mu Gyul menggerutu. "Aaah.. Sangat cerewet."
Mu Gyul lalu memasang dengan benar kain itu dan tiba-tiba jari Mu Gyul tertusuk oleh paku yang terdapat di besi penyangga. Mae Ri panik, "Ada apa?"
Mu Gyul kesakitan. Mae Ri bergegas menghampirinya, "Oh, bagaimana ini?.." Jari Mu Gyul berdarah. "Kau sakit? Coba aku lihat.. Oh, berdarah.." Mae Ri lalu menghisap luka Mu Gyul untuk menghilangkan darah itu.
"Yah, karena kita sudah tinggal bersama dan semua ini, kita bisa saling kissing.. " ucap Mu Gyul.
Mae Ri kesal mendengarnya, ia langsung melepaskan tangan Mu Gyul yang terluka dengan kasar. Mae Ri berbalik, ia membelakangi Mu Gyul.
"Kau tidak mau? Baiklah, jangan lakukan itu kalau kau tidak mau." jawab Mu Gyul. Ia mengisap-ngisap lukanya yang masih terasa sakit.
"Ada hal yang sangat ingin aku tanyakan padamu." ucap Mae Ri.
"Apa?" tanya Mu Gyul.
Mae Ri berbalik dan menatap Mu Gyul dengan tatapan tidak bersahabat, "Kenapa.. Kenapa kau putus dengan Seo Jun?"
"Kenapa kau ingin mengingat masalalu?"
"Aku juga tidak akan bertanya seperti ini kalau hubunganmu dengan Seo Jun sudah benar-benar berakhir. Tapi nyatanya tidak. Kau masih saja berhubungan dengan Soe Jun. Dia bahkan menelponmu pagi-pagi sekali, pagi ini."
"Jadi?"
"Jadi, apa alasanmu putus dengan Seo Jun?"
"Apa kau penasaran?"
"Ya." jawab Mae Ri ragu.
"Yah.. Aku melakukan hal itu karena aku berharap, Seo Jun akan menemukan pria yang lebih baik dariku."
"Dan, bagaimana kalau ia tidak menemukan pria yang lebih baik darimu?"
Seo Jun dan Jung In berada di sebuah restaurant mewah. Mereka menikmati hidangan yang disediakan. Jung In selalu saja bisa membuat Seo Jun tenang.
Seo Jun menatap Jung In dan berharap Jung In segera pergi, "Aku tidak memiliki apa-apa untuk dibicarakan denganmu, Direktur."
Jung In tidak menjawab Seo Jun, ia tetap menyantap hidangannya.
"Aku hanya tidak bisa melihat Wi Mae Ri dan Mu Gyul bersama." ucap Seo Jun.
Jung In menghentikan makannya, ia berkata serius pada Seo jun, "Bukankah seharusnya kau sudah siap menerima semuanya sebelum kau memutuskan untuk kembali?"
"Bagaimana bisa mereka memamerkan perasaan mereka seperti itu." ucap Seo jun.
Jung In menanyakan hal yang sama seperti yang ditanyakan oleh Mae Ri, "Jadi, katakan padaku. Apa alasanmu putus dengan Kang Mu Gyul?"
"Karena kesalahpahaman." jawab Seo Jun.
Flash back ke masa saat Seo Jun putus dengan Mu Gyul.
Saat itu, Seo Jun sedang berada di lokasi syuting. Beberapa crew tengah menyiapkan setting, sedangkan Seo Jun duduk tak jauh dari lokasi syuting dan ia tengah membaca skrip drama. Seo Jun tidak menyadari ada seseorang yang dari kejauhan memperhatikannya di sebuah mobil mewah. Kebetulan mobil itu terparkir tepat di area setting pengambilan gambar untuk drama. Jadi para crew heran melihat mobil itu. Mereka bertanya-tanya siapa orang yang memakirkan mobilnya di tempat pengambilan gambar untuk drama.
Ternyata orang yang berada di dalam mobil mewah itu adalah tunangan Seo Jun. Calon tunangan Seo Jun adalah salah seorang sponsor untuk drama yang dibintangi Seo Jun. Seo Jun berbicara empat mata dengan calon tunangannya itu di dalam mobil.
Seo Jun mengatakan kalau ia tidak mau bertunangan dengan orang itu, karena ia lebih memilih untuk hidup bersama orang yang dicintainya. Seo Jun keluar dari mobil, tapi calon tunangannya segera menahan tangan Seo Jun agar Seo Jun tidak bisa keluar dari mobil. Seo Jun berontak ia menarik paksa tangannya agar bisa terlepas, tapi apa daya tenaga perempuan tidak sebanding dengan pria. Seo Jun tetap berontak sampai-sampai lengan bajunya robek. Dan semua orang yang berada di lingkungan itu memperhatikan Seo Jun dan mulai berbisik satu sama lain. Tanpa sengaja, Seo Jun melihat Mu Gyul yang juga ternyata memperhatikan kejadian itu. Mu Gyul cemburu dan ia langsung pergi. Seo Jun sedih melihat hal itu.
Seo Jun ingin menemui Mu Gyul, jadi ia pergi ke sebuah kedai minuman tempat dimana Mu Gyul biasa nongkrong (? hehe).. Saat masuk ke kedai itu, ia memergoki Mu Gyul sedang minum-minum bersama perempuan lain. Seo Jun kesal, ia langsung menghampiri Mu Gyul dan tanpa basa basi, Seo Jun langsung menampar Mu Gyul.
Kembali ke real life.
"Jadi yang kau maksud bahwa Kang Mu Gyul hanya mendapatkan kesalahpahaman antara hubunganmu dengan calon tunanganmu itu?" Jung In menyimpulkan cerita yang ia simak.
"Dari hal itu, aku jadi mengerti kalau kesalahpahaman memang bagian dari cinta." jawab Seo Jun. "Itu adalah hal yang normal saat kau mencintai seseorang. Dan karena itu, aku pikir, diantara kami tidak perlu lagi ada penjelasan tentang apapun termasuk juga tentang hubungan kami saat itu."
"Sepertinya, saat cinta datang, itu adalah sebuah kekurangan untukmu." jawab Jung In.
Seo Jun hanya tersenyum kecil mendengarnya.
Dengan terburu-buru Lee An menuruni anak tangga kemudian memanggil Seo Jun, "Yah Seo Jun!" panggilnya dengan cukup keras.
Lee An menghampiri Seo Jun dan Jung In. Lee An memberikan salam pada Jung in, dan Jung In pun mempersilakan Lee An untuk duduk. Alasan kedatangan Lee An menemui Seo Jun dan Jung In adalah untuk mengatakan, bahwa bukan manager-nya-lah yang berada di balik semua skandal Seo Jun yang tersebar. Tapi, Seo Jun tetap bersikukuh, kalau manager Lee An lah yang mengontrol semuanya, dan Seo Jun berkata kalau Lee An sudah diperdaya oleh manager Bang.
Jung In pun menyatakan hal sama, sekarang keputusan ada di tangan Lee An, ia harus segera memilih antara karirnya bersama managernya sendiri (yang tidak benar-benar jujur) atau karirnya bersama Jung In. Lee An tetap pada pendiriannya, ia akan mempertahankan Managernya. Lee An pun meminta Seo Jun untuk segera meminta maaf pada manager Lee An, karena baku hantam yang dilakukan Seo Jun sewaktu di bar. Seo Jun jelas tidak mau melakukan hal itu.
Lee An berjalan cepat ke tempat parkiran mobil, ia masuk ke dalam mobilnya. Manager Lee An ternyata sudah menunggunya di mobil. Ya, ya, ya.. Kedatangan Lee An untuk menemui Seo Jun adalah suruhan dari manager Lee An sendiri. Manager Lee An ingin Seo Jun minta maaf padanya. Lee An mengabarkan pada managernya, kalau Seo Jun sama sekali tidak memiliki niat untuk meminta maaf pada managernya. Mendengar hal itu, tekad bulat untuk menjatuhkan Seo Jun dan Jung In sudah direncanakan oleh manager Lee An.
Ayah Mae Ri sedang sibuk mengurusi restaurantnya, ia sedang melayani pelanggan. Ternyata Ibu Mu Gyul juga sedang berada di restaurant Ayah Mae Ri. Dan, ternyata juga, Ibu Mu Gyul tidak benar-benar pergi ke Paris. Seperti biasa, Ibu Mu Gyul selalu mudah ditipu oleh kekasihnya sendiri. Uang hasil pe-gadai-an cincin tunangan Mae Ri raib, karena Ibu Mu Gyul lagi-lagi harus kena tipu.
Yaa, selalu ada adu mulu kalau Ayah Mae Ri dan Ibu Mu Gyul bertemu. Saling mencaci dan memojokkan. Terlebih saat Ibu Mu Gyul mencoba menjelaskan mengenai cincin Mae Ri, Ayah Mae Ri terkejut mendengar penjelasan Ibu Mu Gyul.
Mae Ri masih merapikan barang-barang yang ia bawa. Kali ini ia menaruh makanan di dalam kulkas. "Aku membeli semua ini agar aku bisa memasakkan sup kesukaanmu."
"Mendengar hal itu membuatku lapar." jawab Mu Gyul. "Ayo, kita pergi keluar untuk makan sebelum membereskan barang-barang ini."
"Sebentar, masih ada beberapa barang lagi yang harus aku bereskan." Tanpa sengaja, Mae Ri melihat sebuah surat resmi dari pihak pegadai-an. Surat tentang cincinnya yang sudah digadaikan oleh Ibu Mu Gyul. Mae Ri terkejut saat mengetahui betapa mahalnya cincin itu. "Ahh.. 10.000.000 KRW.."
Mu Gyul yang melihat Mae Ri terkejut lalu menghampirinya.
"Apa cincin itu benar-benar mahal?" tanya Mae RI tidak percaya melihat angka yang tertera di surat kwitansi itu.
"Kenapa kau memberikan cincin itu pada ibuku?" tanya Mu Gyul.
"Tapi, ibumu pasti akan menepati janjinya, kan?"
"Kalau ia tidak menepati janjinya, aku yang akan membayar semuanya padamu."
Mae Ri menepuk-nepuk lembut punggun Mu Gyul, "Jangan khawatir, semuanya akan berjalan dengan baik."
Telepon Mae Ri berdering, ia bergegas mengangkatnya. "Ah.. Teleponku.."
Mae Ri terkejut saat mengetahui ayahnya yang menelpon. "Ini ayah."
Mu Gyul juga ikut panik, ia langsung saja menghampiri Mae Ri dan mendekatkan telinganya pada handphone Mae Ri.
"Oh, Ayah.." ucap Mae Ri.
"Yah,, cincin.. Cincin apa?" tanya Ayah Mae Ri mencoba meredam kekesalannya. Ibu Mu Gyul malah terlihat asik menikmati Ice cream, tidak peduli dengan kekacaun akibat ulahnya.
"Apa maksudmu?" tanya Mae Ri, berpura-pura tidak ada masalah.
"Kau baru saja memberikan cincin pada Ibu pria bodoh itu. Cincin apa yang kau berikan?"
"Sebenarnya, itu cincin yang Ayah Jung In berikan padaku."
"Apa?!!"
"Tapi, ayah. Kau tahu dari mana soal itu?"
"Kau memberikan cincin yang diberikan oleh mertuamu pada orang lain?!! Apa kau sudah gila?!! Yah, Dimana kau sekarang.. Tetap di sana. Jangan kemana-mana!!"
"Kau akan kesini?!" tanya Mae Ri panik.
Mu Gyul yang ada di sebelahnya juga ikut-ikutan panik.
"Jangan. Kau tidak bisa ke sini. Aku belum izin pada Direktur Jung In, biar aku membicarakan ini dulu, huh?"
"Tapi, bagaimana bisa kau memberikan cincin itu begitu saja pada orang lain?! Apa semua ini ada kaitannya dengan pria bodoh itu? Benar-benar, dasar pria bodoh." Ayah Mae Ri langsung memutuskan sambungan teleponnya.
Mae Ri terkejut, "Ayah..Ayah.. Ayah." teriak Mae Ri berharap ayahnya tidak memutus sambungan telepon itu.
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Mae Ri dengan wajah gusar.
"Yah, ini sangat aneh. Bagaimana bisa ayahmu mengetahui tentang cincin itu?" Mu Gyul pun ikut penasaran. Mereka masih percaya kalau Ibu Mu Gyul benar-benar pergi ke Paris.
"Apa mungkin, ayahku mengejar Ibumu?"
"Tapi, bukankah Ibuku pergi ke paris?"
"Ah, benar."
Mae Ri menarik-narik tangan Mu Gyul. Mereka harus cepat bersembunyi sebelum Ayah Mae Ri datang ke tempat Mu Gyul dan mengamuk.
"Yah, kita tidak bisa diam saja di sini." ucap Mae Ri. "Ayahku bilang, ia akan datang ke sini untuk memberikan pelajaran padamu."
"Apa?!!" Mu Gyul terkejut setengah mati. Kemudian keduanya bergegas mengambil jaket mereka masing-masing yang tergantung di sofa kemudian segera menuju keluar rumah.
Hahaa..
Belum sempat, Mu Gyul dan Mae Ri menemukan tempat persembunyian yang tepat, Ayah Mae Ri sudah keburu datang ke tempat Mu Gyul. Tapi, untungnya, Mu Gyul dan Mae Ri punya ide gila. Mereka memilih tempat sampah sebagai tempat bersembunyi.
Pertama Mae Ri yang masuk ke dalam tempat sampah itu, Mu Gyul membantunya untuk naik. Kemudian Mu Gyul, hahaa.. ketawa ngakak, liat Mu Gyul masuk ke tempat sampah kepalanya yang duluan masuk. Lalu mereka menutup tempat sampah itu. Tempat sampah itu punya ruang besar di dalamnya, cukup muat untuk dua orang.
Ayah Mae Ri sampai ke tempat Mu Gyul, tapi ia tidak berhasil menemukan Mu Gyul ataupun Mae Ri. Ayah Mae Ri menggedor-gedor pintu Mu Gyul seraya berteriak "Yah, Kang Mu Gyul! Keluar, kau bodoh! Huh?! Kau dan ibumu memiliki rencana untuk mengambil uang anakku? Kau lebih baik menemukan cincin milik Mae Ri dan mengembalikannya. Kau benar-benar tidak tau diuntung."
Mae Ri dan Mu Gyul mengintip Ayah Mae Ri dari tempat sampah, Ayah Mae Ri berbalik dan Mae Ri-Mu Gyul cepat-cepat menutup tempat sampahnya.
"Tunggu saja, kalau sampai aku mendapatkanmu. Aku akan membunuhmu."
Di dalam tempat sampah, Mu Gyul dan Mae Ri merasa kedinginan.
"Apa yang harus kita lakukan?" keluh Mu Gyul. "Sepertinya ayahmu tidak akan mudah menyerah begitu saja."
Mae Ri menaruh kepalanya di bahu Mu Gyul. "Dia mungkin tidak akan pergi sampai dia menemukanmu. Dia sangat keras kepala."
"Ahh.. Aku sangat kedinginan dan lapar.." ucap Mu Gyul. Mu Gyul merapatkan jaketnya.
"Aku juga.." ungkap Mae Ri.
Siapa yang sedang merindukan Mae RI? Jung In. Yap, Jung In tanpa sadar teringat Mae Ri. Mae Ri yang duduk bersamanya, Mae Ri yang baru-baru ini sarapan bersamanya.
Mae Ri dan Mu Gyul masih bertahan di tempat sampah, walau perut merasa terasa sangat lapar.
Dari dalam tempat sampah, Mae Ri dan Mu Gyul mendengar ayahnya membeli mie Ramen.
"Ramen?" ucap Mae Ri dan Mu Gyul bersamaan.
Dari balik tempat sampah, Mu Gyul dan Mae Ri mencium wangi Mie Ramen. Mereka mengintip ayah Mae Ri yang tengah sangat menikmati mie Ramen.
Mu Gyul kedinginan.
"Mu Gyul-ah, jangan tidur dulu. Kalau kau tidur di tempat seperti ini kau akan mati kedinginan." Mae Ri panik. "Mu Gyul-ah. Kang Mu Gyul.. Kang Mu Gyul.." Mae Ri mengguncang-guncangkan badan Mu Gyul agar Mu Gyul terbangun. Tapi, Mu Gyul tidak juga bangun. "Apa yang harus aku lakukan?"
Mae Ri berpikir keras, kemudian ia teringat Jung In. Mae Ri langsung mengambil handphonenya lalu menghubungi Jung In untuk meminta bantuannya.
Jung In tersenyum tipis mendapat telepon dari Mae Ri.
"Wi Mae Ri, ada apa?" tanyanya.
"Direktur, bisakah kau menelpon ayahku dan mengajaknya pergi?" pinta Mae RI.
"Apa maksudmu?"
"Ayahku datang ke tempat Mu Gyul untuk mencari Mu Gyul secara tiba-tiba, jadi kami melarikan diri keluar untuk bersembunyi. Tapi, di sini sangat dingin dan kami belum bisa keluar dari tempat persembunyian kami. Tolonglah kami, Direktur."
"Aigoo.. Kenapa dia juga tidak keluar-keluar?" Keluh Ayah Mae RI yang juga mulai kedinginan. Ayah Mae Ri mencoba berdiri walaupun pinggangnya terasa sakit. Dan kemudian ia mendapat telepon dari menantu tersayangnya, siapa lagi kalau bukan Jung In.
"Oh, menantuku. Bagaimana keadaanmu?" tanya Ayah Mae Ri dengan ramah. "Aku? Aku sedang berada di dekat HongDae. Ada apa? Ah, tidak usah. Tidak usah.. Kau tidak harus mengirimkan aku antaran. Tidak.. Tidak.. Tidak.. Aku akan langsung ke rumah sekarang. Ah, terimakasih sudah teringat padaku. Ah, okay.." Ayah Mae Ri memutus teleponnya dengan Jung In.
"Aku akan menunggunya, tapi.." Akhirnya Ayah Mae Ri pun pergi dari tempat tinggal Mu Gyul.
Dan Mu Gyul Mae Ri bisa kembali ke dalam rumah. Mu Gyul dan Mae Ri sama-sama merasa kedinginan. Mae Ri duduk di dekat tungku perapian buatan, kemudian Mu Gyul menyelimutinya dengan selimut. Mae Ri melebarkan selimut itu sehingga Mu Gyul juga terselimuti. Keduanya sangat kedinginan.
Hahaa.. Mereka kedinginan juga baju yang mereka kenangan sangat bau.
"Ahh.. Kau tau.. Kita sangat bau sampah.." ucap Mae Ri seraya mencium bajunya.
Mu Gyul pun melakukan hal yang sama, ia mencium baju yang ia pakai. "Ahh.. Tunggu di sini. Aku akan pergi untuk menyiapkan air, sehingga nantinya kita bisa membersihkan diri, okay?"
Mae Ri mengangguk seraya menahan dingin. Mu Gyul segera pergi ke kamar mandi, tapi saat ia menyalakan air keran, tidak ada air yang keluar dari keran itu.
"Mae Ri-yah. Apa yang harus kita lakukan? Airnya tidak mau keluar-keluar. Sepertinya pipa airnya beku." ujar Mu Gyul.
Mendengar hal itu, Mae Ri langsung menghampiri Mu Gyul, "Apa itu artinya kita tidak bisa membersihkan diri kita?"
Menyadari hal itu, mereka berdua sama-sama menghela nafas.
Ayah Mae Ri baru saja keluar dari restaurant, kemudian ia dikejutkan dengan keberadaan Ibu Mu Gyul. Ibu Mu Gyul sudah menunggu Ayah Mae Ri sejak dari tadi. Ibu Mu Gyul menunggu Ayah Mae Ri, karena ia sama sekali tidak tau harus pergi kemana. Ayah Mae Ri merasa iba, jadi ia mengajaknya ke rumahnya sendiri.
Di rumah Mae Ri, Ayah Mae Ri menyuruh Ibu Mu Gyul untuk membuat surat pernyataan. Ibu Mu Gyul mengucapkan apa yang ia tulis, "Aku, Kam So Yung, berjanji pada diriku sendiri untuk bekerja keras di toko dokkboki (toko milik ayah Mae Ri) Dan mematuhi semua peraturan yang dibuat oleh pemiliknya. Sampai aku dapat mengembalikan cincin Mae Ri. Bagaimana surat pernyataan ini?"
"Benar.. Sekarang tulis begini... Aku, kam so young juga berjanji, untuk melakukan apapun agar Mu Gyul dan Mae Ri bisa berpisah."
Ibu Mu Gyul menuliskan itu dengan ragu, "Ahh.. Aku benar-benar sangat merasa bersalah, harus melakukan hal ini pada Mu Gyulku." Ibu Mae RI lalu menandatangani surat pernyataan itu.
Ayah Mae Ri membaca surat pernyatan itu dan kemudian ia menyuruh Ibu Mu Gyul untuk mematuhi hal-hal yang sudah tertulis di surat pernyataan. Ayah Mae Ri mempersilakan Ibu Mu Gyul untuk tidur di kamar Mae Ri sementara waktu. Ibu Mu Gyul memperingati ayah Mae Ri untuk tidak melakukan hal yang macam-macam pada dirinya. Jelas saja, ayah Mae Ri mengatakan kalau ia tidak akan melakukan hal itu.
Ayah Mae Ri mendapat kiriman sebuah hadiah mewah dan langkadari Jung In, ia sangat senang menerimanya. Ibu Mu Gyul penasaran siapa yang mengirim hadiah mahal semacam itu. Tentu saja, dengan bangga ayah Mae Ri mengatakan tentang kelebihan-kelebihan Jung In dari pada Mu Gyul. Ayah Mae Ri mengatakan kalau Mae Ri dan Jung In akan segera menikah dan pernikahan mereka juga sudah didaftarkan pada pemerintah, jadi mereka sekarang tinggal bersama. Ibu Mu Gyul jelas terkejut mendengar kalau Jung In dan Mae Ri tinggal bersama.
Mu Gyul memutuskan untuk mengambil air dari keran yang terpasang di satu gang. Ia menahan rasa dingin seraya menadahkan air keran dengan ember. Kemudian handphone Mu Gyul berdering, ia mendapatkan telepon dari Jung In.
Mu Gyul mengangkat telepon itu, nafasnya terengah-engah karena kedinginan. "Kenapa kau menelponku larut malam?"
Jung In yang mendengar nafas Mu Gyul yang terengah-engah, kemudia Jung In berpikiran yang tidak-tidak. Jung In kira Mu Gyul sedang melakukan hal yang seharusnya tidak ia lakukan pada Mae Ri. "Tapi, kenapa kau.. Kenapa kau terengah-engah?" tanya Jung In.
"Apa maksudmu? Kau menelponku larut malam seperti ini, hanya untuk menanyakan tentang hal itu?" tanya Mu Gyul yang masih menahan dingin.
Jung In mencoba menghilangkan pikiran buruknya, ia lalu fokus pada tujuan awal ia menelpon Mu Gyul. "Aku baru saja mendengar lagu yang kau buat, dan aku menelponmu karena ada hal yang sangat menarik perhatianku pada lagu itu. Aku pikir temponya terlalu lambat."
"Kita bisa kapan saja merubah kecepatan temponya." jawab Mu Gyul. "Nanti saja kita bicarakan hal itu." Mu Gyul hendak menutup teleponnya, tapi Jung in masih tetap berbicara.
"Tidak harus terlalu cepat juga. Bagaimana kalau 16 perdetik?" tanya Jung In, Jung In terus menyambung pembicaraan agar Mu Gyul terganggu.
"Itu terdengar sangat kuno kalau kau menggantinya dengan kecepatan seperti itu. Ahh.. Biarkan kita mendiskusikannya di kantor. Aku akan menutup teleponnya sekarang."
Mu Gyul memutus pembicaraannya dengan Jung In, ia lalu membenahi ember yang sudah terisi penuh oleh air kran. Mu Gyul membawa ember itu kembali ke rumah dengan masih merintih kedinginan.
Jung In masih penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Mu Gyul, kenapa nafasnya terengah-engah seperti itu. Lalu Jung In kembali menelpon Mu Gyul.
"Ah,, kau ini.. Aku sedang tidak berada pada posisi yang seharusnya, aku tidak bisa menjawab teleponmu sekarang." ucap Mu Gyul dengan kesal.
"Apa maksudmu dengan posisi yang tidak tepat?" tanya Jung In penasaran.
"Kenapa aku harus mengatakan hal itu? Sekarang, katakan saja kenapa kau menelponku? Begini, sebenarnya apa kau inginkan?"
"Aku hanya ingin mendengar lagumu dalam tempo yang cepat sekarang juga."
"Ahh. Sudah berapa kali aku bilang padamu? Ini benar-benar bukan waktu yang tepat untuk membicarakan hal itu."
"Ah. tapi, Sebenarnya apa yang kau lakukan yang membuatmu sangat sibuk larut malam seperti ini?"
"Kau?!! Lupakan saja, kita akan membicarakan hal ini besok di kantormu. Tutuplah!" Mu Gyul lalu menutup teleponnya. Ia juga mengeluarkan bateri handphone agar Jung In tidak bisa menghubunginya lagi.
Mae Ri sudah tertidur lelap, tapi Mu Gyul masih tetap membersihkan wajah Mae RI. Mu Gyul mengelap wajah Mae Ri, kemudian ia mengelap tangan Mae Ri. Mu Gyul tersenyum sendiri. Ia sangat senang bisa menjaga Mae Ri seperti ini.
Mae Ri dan Mu Gyul tidur di kasur yang sama tapi dengan penyekat ditengahnya. Mae Ri sudah tertidur pulas, tapi Mu Gyul belum bisa tertidur. Mu Gyul mengintip Mae Ri dari balik tirai penyangga. Mu Gyul mendekatkan wajahnya pada Mae Ri, Mu Gyul memperhatikan Mae Ri dari dekat. Saat Mae Ri menggerakkan kepalanya, Mu Gyul kaget dan langsung menutup kembali tirai penyangga. Mu Gyul terdiam, membayangkan sesuatu, tersenyum lalu menutup mata dan mulai terlelap tidur.
Ayah Mae Ri bangun pagi, dan Ibu Mu Gyul bangun lebih dulu dari pada ayah Mae Ri. Ibu Mu Gyul menyiapkan sarapan, kemudian menyuruh Ayah Mae Ri untuk segera memakan makanannya. Lagi-lagi, sebelum mereka memakan sarapan mereka masing-masing, ritual awalnya adalah pertengkaran. Mulailah kembali Ayah Mae Ri dan Ibu Mu Gyul bertengkar. Ayah Mae Ri memojokkan ibu Mu Gyul, karena ia sudah mengambil begitu saja cincin Mae Ri. Terpaksa, karena yang salah adalah Ibu Mu Gyul, ia sedikit mengontrol dirinya untuk tidak terbawa emosi.
Mae Ri dan Mu Gyul berjalan beriringan, Mu Gyul mengantar Mae Ri untuk kembali ke rumah Jung In.
"Setelah kau sampai, kau harus mandi air hangat." ucap Mu Gyul.
"Kau juga harus pergi ke sauna." jawab Mae Ri.
Mae Ri memperhatikan Mu Gyul yang terlihat murung, "Apa ada yang salah?" tanya Mae Ri.
"Hanya saja, sepertinya aku tidak bisa melakukan apapun untukmu, tapi malah sebaliknya, aku malah membuatmu susah dan menderita setiap kali kau datang ke tempatku." jawab Mu Gyul.
"Menderita? Siapa yang menderita? Kau tidak akan bisa membuatku menderita, huh? Dan semua yang terjadi pun bukan apa-apa."
"Sepertinya aku tidak akan bisa hidup tenang saat melihatmu pergi dengan pria bodoh itu."
"Aku akan kembali ke tempatmu besok." Mae Ri menghibur Mu Gyul.
Dan keduanya saling tersenyum.
Tidak jauh dari tempat Mu Gyul dan Mae Ri, Ayah Mae Ri sedang berjalan seorang diri seraya menggerutu tentang Mu Gyul. Ia menggerutu tentang kejelekan-kejelekan Mu Gyul dan kemalangan nasib anak perempuannya yang jatuh cinta pada Mu Gyul. Dan tanpa sengaja, Ayah Mae Ri melihat Mu Gyul dan Mae Ri berjalan di depannya. Ia tidak terlalu melihat jelas keduanya, Ayah Mae Ri hanya melihat Mu Gyul dan Mae Ri dari arah samping. Maka dari itu Ayah Mae Ri sendiri pun masih tampak ragu-ragu untuk menyatakan kalau itu Mae Ri dan Mu Gyul.
"Bukankah itu mereka? pria itu.. Hey, kau.. Berhenti di sana!" teriak Ayah Mae Ri, kemudia ia berlari mengejar Mae Ri dan Mu Gyul.
Tapi sayangnya, ia tidak bisa menemukan Mae RI dan Mu Gyul. Ayah Mae Ri mengusap-usap matanya, "Mugkin aku salah liat?" Pikirnya.
"Benar, tentu saja. Tidak mungkin Mae Ri dapat pergi dengan pria bodoh itu pagi-pagi seperti ini. Dia masih bersama Jung In tentunya sekarang. Atau dia..?" Ayah Mae Ri menyadari sesuatu kemudian ia kembali berlari. Ia berlari cepat ke rumah Jung In untuk mengecek apakah Mae Ri ada di tempat Jung In atau tidak.
Lagi-lagi, Mae Ri dan Mu Gyul bisa menghindari Ayah Mae Ri. Mereka berhasil bersembunyi di belakang tembok, sehingga ayah Mae Ri tidak bisa menemukan mereka.
Mu Gyul lalu menyuruh Mae Ri untuk segera berlari, agar tidak keduluan dengan ayahnya. "Kau harus cepat, lewat arah sana." ucap Mu Gyul.
Mae Ri mengangguk, lalu mereka saling melambaikan tangan. Mae RI berlari cepat dan ia berhasil lebih dulu sampai di tempat Jung In.
Mungkin karena keberatan badan, lari ayah Mae Ri jadi lambat. Mae Ri segera menerobos pagar dan menutupnya kembali. Kemudian, ia bergegas masuk ke dalam rumah. Mae Ri masuk, Ayahnya baru sampai di depan pagar.
Sesampainya di rumah Ayah Mae Ri langsung memukul Mae Ri karena kesal. "Apa yang kau lakukan? Apa kau pikir bisa membodohiku. Bagaimana bisa kau memberikan cincin pertunangan itu pada Ibu pria bodoh itu? Bagaimana kau ini?! Bagaimana?!!"
"Ayah, berhenti memukuliku." Mae Ri kesakitan.
Ayah Mae Ri menghentikan perbuatannya, Mae Ri langsung berkata "Ibu Mu Gyul mengatakan kalau dia akan mengembalikan semuanya saat ia sampai di Paris. Jadi, tidak perlu khawatir. Disamping itu juga, tidak mungkin dia berbohong pada kekasih anaknya sendiri, benarkan?"
"Tidak mungkin? Tidak Mungkin? Aigoo.. Bagaimana bisa kau jadi naif seperti itu? Ibu pria bodoh itu hanya membodohimu, dia tidak pernah benar-benar pergi ke Paris!! Sekarang, sekarang apa yang akan kau lakukan? Apa yang bisa kau lakukan sekarang, cincin itu sudah hilang." Ayah Mae Ri kesal, ia kembali memukul gemas anak perempuannya.
"Apa itu benar? Apa Ibu Mu Gyul sudah berbohong? Dia tidak pergi ke Paris? Benarkah?" tanya Mae Ri dengan polos.
"Aigoo. Kau sekarang mulai khawatir? Kau benar-benar gadis bodoh. Kalau masih bodoh seperti ini, kau akan berakhir seperti Ibu pria bodoh itu. Apa kau tidak menyadari, hidupmu jadi hancur karena kau tetap menjalin hubungan dengan pria bodoh itu!" Ayah Mae Ri meninggikan suaranya. "Kau lebih baik mengatakan padanya, jika pria bodoh itu tidak bisa menemukan cincin itu, tamatlah riwayatnya" Ayah Mae Ri gemas karena kesal melihat anak perempuannya yang begitu polos, ia kembali memukuli Mae Ri.
Sampai Asisten yang mengurusi bagian rumah tangga datang, ayah Mae Ri segera menghentikan perbuatannya.
"Ah.. Mrs. Houskeeper.." ucap Mae Ri.
"Aku ke sini untuk melanjutkan pelajaran kita sebelum kau dan direktur menuju jenjang pernikahan." jawab Assisten Rumah tangga Jung In itu. "Baiklah kita akan mulai sekarang."
Mae Ri mengangguk, "Baiklah."
Ayah Mae Ri kembali bersikap lembut pada Mae Ri, agar ia tetap bisa dipandang sebagai orang tua yang baik.
"Ah, ya. Aku datang ke sini untuk membawakan sesuatu untuk Mae Ri. Dan aku akan segera pergi. Aku tahu, anak perempuanku masih memiliki banyak kekurangan." Ayah Mae Ri mencubit pipi Mae Ri. "Tapi, aku harap kau bisa menjaganya."
Ayah Mae Ri mengucapkan salam karena ia akan segera pulang. Selamatlah Mae Ri sekarang, Mae Ri mengatakan pada Ayahnya dengan lembut, "Hati-hati dalam perjalananmu."
"Nyonya.." panggil asisten itu.
"Ya?" jawab Mae RI.
"Apa kau sedang mencoba untuk...." Asisten itu mencium bau yang tidak sedap dari baju Mae Ri. "mencoba untuk menyiapkan makanan?"
"Maaf?" tanya Mae RI tidak mengerti.
"Sepertinya ada bau yang aneh yang berasal dari bajumu, jadi.."
Mae Ri mencari alasan. "Ada sesuatu hal yang baru saja aku lakukan. Tapi, aku ingin tau, Bagaimana keadaan Ayah Jung In?"
"Tua president mengatakan kalau ia akan makan malam di sini bersama dengan anda dan Direktur Jung In."
"Ahjussi mengatakan seperti itu?"
"Kau sudah mulai memanggilnya ayah."
"Aku akan mulai mengajarimu cara membuat makan malam yang sehat untuk malam ini. Kenapa kau tidak segera mandi dan menemuiku setelah kau berganti pakaian."
Mae Ri mengangguk mengerti. Kemudian ia mencium bajunya sendiri, ternyata baunya sangat menyengat.
Jung In membicarakan tentang projek drama dengan para staffnya, kemudian setelah pembicaraan itu selesai para staff bubar. Dan Manager Lee An datang menemui Jung In. Ia datang untuk membicarakan tentang kontrak Lee An. Manager Lee An mengatakan kalau Lee An akan kembali bergabung dengan drama yang sedang diproduksi oleh Jung In dengan satu syarat. Syaratnya adalah Seo Jun harus keluar dari projek drama itu. Jung In tidak menjawab tawaran bersyarat itu dan Manager Lee An memberikan waktu pada Jung In untuk memikirkan hal itu.
Jung In dan Mu Gyul sedang dalam perjalanan. Mereka hendak melihat panggung yang akan dijadikan sebagai tempat performance Mu Gyul dan bandnya.
"Kau seharusnya bisa pergi sendiri untuk melihat panggung pertunjukkan itu. Tapi kenapa kau malah melibatkanku juga?" tanya Mu Gyul yang kesal.
"Kau harus melihat panggung pertunjukan itu sendiri, agar kau juga mengetahui bagaimana seharusnya bandmu tampil nanti." jawab Jung In.
Mae Ri merapikan dirinya di depan cermin. Setelah selesai merapikan diri, ia teringat Mu Gyul. "Aku penasaran, sedang apa Mu Gyul sekarang." Mae Ri mengambil handphonenya dan mulai mengetik pesan untuk Mu Gyul.
Isi pesan Mae Ri.
Mu Gyul-ah, kau mandi air hangat juga kan?
Pastikan kau minum obat kalau kau mulai merasa sakit.
Mu Gyul melirik ke arah Jung In, ia berusaha untuk memamerkan pesan yang baru saja di kirim Mae Ri untuknya. Mu Gyul berkata dengan keras "Oh, ini dari Mae Ri. Ah.. pesan apa yang dikirimkannya? Ah.. Dia mengirim banyak bentuk hati di sini. Tentu saja aku sudah mandi. Kenapa kau menanyakan hal itu? Kau ingin kita mandi bersama? Kenapa..? Kenapa?" ungkap Mu Gyul kegirangan karena berhasil membuat Jung In cemburu. "Dia sangat manis. "
Jung In penasarn dengan pesan yang dikirim Mae Ri untuknya. Jung In berusaha melihat pesan itu di handphone Mu Gyul, tapi Mu Gyul segera membalik handphonenya. "Aigoo.. Kenapa dia menanyakan tentang hal ini?.. Aku sudah cukup dewasa, tentu saja aku bisa menjaga diriku sendiri. Hmmm.. Aku juga.. aku juga.. aku juga.." ungkap Mu Gyul, ia mengucapkan apa yang ia tulis.
Jung In cemburu berat, ia melonggarkan kerahnya. Jung In kembali melirik ke arah Mu Gyul, berharap ia bisa membaca sms dari Mu Gyul. Tapi, karena hal itu, fokus mengemudinya jadi berantakan. Hampir saja mereka menabrak sebuah mobil di depannya, tapi untung saja Jung In segera menginjak rem. Dan mereka selamat. Kecuali Mu Gyul, karena kaget akan tertabrak, Mu Gyul tersedak dan ia terbatuk-batuk.
Melihat Mu Gyul tersedak kemudian terbatuk-batuk, jelas saja Jung In tertawa, tapi ia mencoba menahan tawanya. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Jung In.
Mereka sampai di sebuah ruang pertunjukkan.
"Ini arena panggung terdekat yang berhasil kami temukan untuk mengadakan konser sebuah band indie." ucap Jung In. "Bagaimana menurutmu?"
"Yah, tempat ini sangat baik digunakan saat mengadakan jumpa fans dengan penyanyi idola dan kau bisa mengambil bayaran tiket seharga 50 dolar per tiket." jawab Mu Gyul.
"Kau tidak menyukainya? Aku ingin mendengar pendapatmu tentang hal ini."
"Yah, atap langit-langitnya terlalu rendah." jawab Mu Gyul. "Hal itu akan berdampak pada sound, sound jadi terdengar tidak bagus karena kurang lebarnya ruangan. Kenapa kita tidak mengadakan konser out door?"
"Outdoor konser?"
Handphone Jung In berdering, pembalas dendaman pada Mu Gyul dimulai.. Haha.. Jung In tersenyum dan melirik ke arah Mu Gyul, kali ini dia mendapat jackpot, Mae Ri menelponnya.
"Mae Ri.." ucap Jung In lantang. Segera Mu Gyul melihat ke arah Jung In.
"Kau ingin aku pulang cepat karena ayah akan makan malam bersama kita?" Jung In berjalan menjauhi Mu Gyul. Mu Gyul penasaran, ia berjalan mengikuti Jung In. "Jangan bilang, kau yang menyiapkan semua hidangannya?"
Mu Gyul mendekatkan telinganya pada Jung In. Tapi, Jung In segera menengok dan Mu Gyul kembali berpura-pura tidak peduli.
"Tidak sama sekali. Asisten rumah tangga yang mengerjakannya, aku hanya membantunya." jawab Mae Ri.
"Aku sudah tidak sabar mencicipi masakanmu." ucap Jung In.
"Direktur, apa kau tidak mendengarkanku?" Mae Ri heran dengan ucapan Jung In.
"Apa yang harus aku bawa untuk makanan pencuci mulut? Kau bisa mengatakannya, aku akan membawakan apa saja yang kau inginkan."
"Aku tidak menginginkan apapun." jawab Mae Ri.
Mu Gyul memberi isyarat pada Jung In kalau waktu mereka tinggal sedikit.
"Baiklah, aku akan membawakan kue yang kau sukai. Sampai bertemu nanti." Jung In tersenyum lalu menutup teleponnya.
Mu Gyul kesal. "Aku tidak suka dengan panggung ini."
Jung In malah tersenyum senang mengetahui Mu Gyul kesal.
Mae Ri, Jung In dan Ayah Jung In makan malam bersama.
Ayah Jung In memperhatikan jari Mae Ri yang tidak menggunakan cincin pemberiannya.
Mae Ri menyuguhkan bubur. "Kami membuat bubur ini dari bagian yang paling lunak dari daging ayam. Ini sangat bagus untuk kesehatanmu."
Ayah Jung In tersenyum senang kemudian ia mencicipi bubur itu. "Baiklah. Aku akan menjadi sangat sehat karena makanan ini. Terimakasih Mae Ri."
Jung In pun ikut mencicipi bubur itu. "Mae Ri sangat pandai memasak." ucapnya pada Ayahnya.
"Aku akan memberimu hadiah karena kerja kerasmu membuat makanan ini." Ayah Mae Ri memberikan dua tiket. "Akan diadakan sebuah konser sabtu ini dan aku ingin sekali pergi bersama kalian."
Dompet ayah Jung In tergeletak begitu saja di meja, lalu tanpa sengaja Jung In melihat foto Ibu Mae Ri yang tersimpan di dompet ayahnya. Jung In terus memperhatikan foto itu. Jung In berpikir, kenapa ada foto ibu Mae RI di dompet ayahnya. Pasti ibu Mae Ri adalah orang yang special, hingga membuat ayahnya menyimpan fotonya.
"Mungkin sabtu ini akan sangat sulit." ucap Mae Ri, ia berkata seperti itu karena ada hal lain di kantor yang harus dikerjakan oleh nya dan Jung In.
"Well, ini akan menjadi perjalanan pertama kita sebagai keluarga" Ayah Jung In berkata pada Jung In. "Hubungi Dae Han dan cobalah untuk mengatur semua jadwal, sehingga kita bisa pergi bersama pada hari sabtu."
"Tentu Ayah." Jawab Jung In, pandangannya masih terpaku pada foto ibu Mae Ri.
"Mae Ri-yah. Aku mohon pakailah cincin yang aku berikan padamu sabtu nanti." pinta Ayah Jung In. "Aku sangat senang saat melihat kau memakainya."
Mae Ri mengangguk dan Ayah Jung In tersenyum melihatnya.
Di kamarnya Jung In terus memikirkan tentang foto Ibu Mae Ri yang ada di dompet ayahnya. Seorang pria akan memasang foto gadis pujaannya di dompetnya sendiri. Apa mungkiiiiiin?
"Apa yang harus aku lakukan?" Mae Ri gelisah, karena cincin yang dimaksud Ayah Jung In tidak ada padanya.
Jung In datang ke kamar Mae Ri, ia mengetuk pintu lalu masuk.
"Aku baru saja mendapat telepon dari penulis skenario." ucap Jung In. "Dan karena produksi drama akan segera dimulai, ia sangat membutuhkan banyak bantuan. Dan sepertinya kau harus menghabiskan banyak waktu untuk membantunya besok."
"Tentu saja direktur." jawab Mae Ri.
"Dan satu hal lagi..."
"Ya?"
"Apa kau tahu, bagaimana kedua orang tua kita bisa saling mengenal satu sama lain?"
"Ah, aku dengar kalau orang tua kita sudah saling mengenal sejak mereka kecil."
"Lalu, bagaimana dengan ayahku dan ibumu?"
"Aku dengar bahwa Ayahmu sudah mengenal dan bertemu dengan ibuku terlebih dulu, sebelum ibuku bertemu dengan ayah.. Tapi, ada apa kau menanyakan hal itu?" tanya Mae Ri yang juga ikut penasaran dengan alasan Jung In menanyakan hal itu.
Jung In tersenyum lalu berkata, "Tidak, tidak ada apa-apa. Tidurlah."
Mae Ri harus berbuat sesuatu, akhirnya ia menelpon ayahnya untuk meminta bantuan.
"Yah, Mae Ri-yah.. Ada apa? Apa? Kau harus memakai cincin itu hari sabtu? Yah, baiklah, kau harus tenang sekarang, dan serahkan semuanya pada ayah, okay? " Ayah Mae Ri panik, ia langsung menutup teleponnya dan segera menemui Ibu Mu Gyul.
Karena ulahnya Ibu Mu Gyul harus mengabdikan diri di restaurant ayah Mae Ri. Ayah Mae Ri segera menemuinya, ia menyentak. Ayah Mae Ri berkata kalau Ibu Mu Gyul harus segera mengembalikan cincin Mae Ri. Mau bagaimana lagi, Ibu Mae Ri pun segera mencari siasat. Ia pergi ke sebuah toko perhiasan, dan mencari cincin imitasi yang bentuknya mirip dengan cincin berlian milik Mae Ri. Akhirnya, Ibu Mu Gyul menemukan cincin imitasi itu.
Malam itu juga, Ibu Mu Gyul segera memberikan cincin imitasi itu pada Mae RI. Karena Mae Ri sangat polos dan cenderung mudah dibodohi, Mae Ri percaya kalau cincin yang diserahkan oleh Ibu Mu Gyul adalah cincin berlian yang asli.
Mae Ri pun sangat berterimakasih pada Ibu Mu Gyul.
Manager Lee An menunggu kedatangan Seo Jun. Ia memanggil Seo Jun yang hendak masuk ke dalam gedung. Mereka saling bertatapan dengan sinis. Manager Lee An tetap saja bersikeras agar Seo Jun segera meminta maaf padanya. Tapi, tentu saja Seo Jun berkata tidak. Manager Lee An mengancam Seo Jun untuk segera meminta maaf padanya, atau lebih baik Seo Jun keluar dari projek drama. Manager Lee An memberikan pilihan pada Seo Jun, Seo Jun ingin keluar dengan inisiatifnya sendiri atau lebih baik ia dikeluarkan dengan paksa oleh perusahaan.
Mu Gyul memberikan kertas yang berisi lagu buatannya yang liriknya ditulis oleh Mae Ri.
Teman-teman Mu Gyul menyadari kalau aliran dan style musik sudah berubah. Mereka protes dan sangat menyesal kenapa Mu Gyul merubah drastis gaya bermusiknya, dari rock kemudian berubah menjadi mellow. Teman-teman Mu Gyul mengira kalau Mu Gyul sudah tidak lagi menganut aliran Rock. Mu Gyul mengatakan kalau ia hanya ingin menyesuaikan musiknya dengan alur cerita pada drama. Jung In datang menghampiri mereka, dan ia mendukung Mu Gyul. Jung In berkata, "Ini adalah sebuah drama, jadi tak pelak lagi kalau kalian harus mengesampingkan style bermusik kalian. Aku rasa, Mu Gyul sudah melakukan hal yang benar."
Teman-teman Mu Gyul merasa kecewa karena Mu Gyul sudah tidak lagi se-aliran dengan mereka. Mereka minum-minum seraya membicarakan hal itu. Mu Gyul datang dan memberikan penjelasan.
"Aku akan tetap menganut aliran rock sampai aku mati." ucap Mu Gyul. "Aku tidak bisa berada di sebuah ruangan dingin tanpa adanya pemanas udara." Itu artinya Mu Gyul hanya ingin mencoba aliran musik yang lain. Tapi, penjelasan Mu Gyul tidak didengar, teman-teman Mu Gyul malah pergi meninggalkan Mu Gyul sendirian.
Mu Gyul sendirian, ia merenung. Kali ini, Mu Gyul harus mengabaikan temannya untuk Mae Ri. Lagu yang diciptakannya untuk Mae Ri malah membuat dirinya berpisah dengan teman sebandnya.
Seo Jun menghampiri Mu Gyul. Ia datang untuk menenangkan Mu Gyul.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Seo Jun.
"Aku tidak yakin. Aku sama sekali tidak tahu, apa yang aku lakukan ini benar atau tidak." jawab Mu Gyul.
"Apa judul lagumu?"
"Lupakanlah"
"Aku akan mencobanya."
"Kenapa? Apa kau kasihan padaku?"
"Aku adalah penggemar beratmu. Jadi, apapun jenis musikmu. Aku akan tetap menjadi penggemar beratmu selamanya." ucap Seo Jun seraya tersenyum ke arah Mu Gyul.
Mae Ri baru bangun dari tidurnya, begitu juga Jung In. Mereka berdua keluar dari kamar meeka masing-masing bersamaan. Kemudian keduanya saling berpapasan di ruang tamu. Saat berpapasan, masing-masing dari mereka sangat terkejut dan malu, karena tampilan mereka sedang berantakan.
Keduanya jadi salah tingkah.
Jung In mencoba mencairkan suasana. "Kau ingat, hari ini kita akan pergi ke konser, benar?"
"Ya." Mae Ri mengangguk.
"Ya." Jung In kikuk. "Ya, aku akan menemuimu nanti."
Setelah berbicara seperti itu, keduanya langsung kabur dan berlari ke arah yang berlainan.
Kedua keluarga makan malam bersama setelah menonton konser. Mae Ri saat itu memakai cincin palsu/imitasi pemberian Ibu Mu Gyul. Ayah Mae Ri yang menyadari hal itu langsung menyembunyikan tangan Mae RI. Karena mengetahui gelagat yang tidak beres dari Ayah Mae Ri dan Mae Ri, Ayah Jung In jadi ingin melihat sendiri cincin yang digunakan Mae Ri.
Mae Ri masih belum menyadari kalau cincin itu palsu. Jadi, ia memperlihatkan cincin imitasi itu tanpa rasa bersalah pada Ayah Jung In. Ayah Jung In menyadari kalau itu palsu, tapi kemudian Jung In mencoba menyelamatkan Mae Ri. Jung In mengatakan, "Mae Ri sangat takut dan khawatir saat mengenakan barang-barang mahal, terutama cincin berlian itu. Jadi aku membelikannya cincin imitasi sebagai hadiah. Dan cincin berlian yang asli tersimpan aman di rumah."
Mendengar hal itu, ayah Jung In mengerti dan percaya begitu saja.
Ayah Mae Ri kesal, sesudah makan malam bersama, ia langsung mencari Ibu Mu Gyul. Di restaurant, ia tidak bisa menemui Ibu Mu Gyul. Jadi, saat itu juga ia memutuskan untuk ke tempat Mu Gyul. "Aku akan menghabiskan pria itu." ungkap kesal Ayah Mae Ri.
Celakanya, hari ini adalah giliran Mae Ri untuk tinggal di rumah Mu Gyul. Setelah selesai makan malam bersama, Jung In mengantarkan Mae Ri ke rumah Mu Gyul.
Jung In membukakan pintu mobil untuk Mae Ri.
"Maafkan aku, karena aku tidak menceritakan hal ini sebelumnya. Aku hanya tidak tahu, bagaimana cara mengatakan hal ini padamu." ungkap Mae Ri merasa menyesal.
Jung In benar-benar mengerti posisi Mae Ri. Hahaa.. Jung In memang selalu pengertian. "Aku yakin, kau punya alasan yang sangat kuat untuk tidak mengatakannya padaku. Kau sepertinya perlu banyak beristirahat, Mae Ri. Tidur nyenyak." ucap Jung In seraya tersenyum lalu pergi bersama mobilnya meninggalkan Mae Ri.
Ternyata, sedari tadi, Mu Gyul memperhatikan Mae Ri dan Jung In.
"Wi Mae Ri.." panggil Mu Gyul.
Mae Ri tersenyum senang melihat Mu Gyul.
"Kau benar-benar sedang menjalin cinta dengan pria itu, kan?!" duga Mu Gyul yang cemburu melihat Mae Ri berbicara dengan Jung In tadi.
"Aku hanya mengucapkan terimakasih.." ucap Mae Ri. "Hmm.. Dingin sekali.. Ayo masuk." Mae Ri merangkul tangan Mu Gyul.
"Kemana saja kau dengan pria itu?" tanya Mu Gyul penasaran.
"Ayo, bicarakan di dalam." jawab Mae Ri.
"Aku sangat berterimakasih pada Direktur untuk malam ini." ucap Mae Ri.
"Apa maksudmu?" tanya Mu Gyul.
"Ahjussi, sudah menyadari kalau aku memakai cincin palsu pemberian dari ibumu, tapi Direktur segera membelaku. Ia mengatakan kalau ia membelikan cincin imitasi ini untuk satu tujuan."
"Jadi, kau pergi dengan menggunakan cincin palsu? Kenapa? Seharusnya kau bilang padaku tentang hal itu."
"Aku benar-benar tidak tahu kalau cincin ini palsu. Lagi pula, kau juga sedang sibuk dengan musikmu."
"Bukankah seharusnya kau menelponku?"
"Semua ini adalah kesalahanku. Aku sudah katakan padamu kalau aku yang akan menanggung resikonya dan aku akan bertanggung jawab untuk mengembalikan cincin berlian itu padamu."
Mu Gyul dan Mae Ri tengah berbicara, tiba-tiba, Ayah Mae Ri menggedor-gedor pintu dengan keras. Keduanya kaget setengah mati.
Ayah Mae Ri berkata, "Keluar kau, pria bodoh.!!"
Sejenak keduanya berpikir, kemudian menyadari kalau ternyata, itu adalah Ayah Mae Ri. Mae Ri dan Mu Gyul langsung berdiri bersamaan, dan mereka saling berlarian mencari tempat untuk Mae Ri bersembunyi.source :
recap-koreandrama.blogspot.com